Sanggau, BerkatnewsTV. Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau, Dedy Irwan Virantama menilai kasus kekerasan yang kerap menimpa perempuan, anak dan disabilitas sudah memasuki kondisi darurat.
Ia menyebutkan bahkan jumlahnya semakin hari kian menunjukan trend peningkatan.
“Akhir-akhir ini, kita menyaksikan maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai wilayah Indonesia, yang viral melalui media sosial dan menjadi perhatian publik. Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan kekerasan berbasis gender bukan lagi isu tersembunyi, melainkan darurat yang harus kita hadapi bersama,” ungkapnya.
Dedy membeberkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pada tahun 2024, tercatat 19 perkara Perlindungan Anak, 3 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, 3 perkara asal-usul perkawinan, 2 kasus pencabulan, 1 kasus pemerkosaan. Sementara di tahun 2025, hingga saat ini, terdapat 6 perkara Perlindungan Anak, 1 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, 1 perkara asal-usul perkawinan, dan 1 kasus pemerkosaan.
“Angka-angka ini mungkin terlihat menurun, tetapi kita semua tahu, ini hanyalah puncak gunung es. Masih banyak kasus yang tidak tercatat, karena korban takut, bingung, atau tidak tahu harus bicara kepada siapa. Di balik setiap angka, ada keberanian yang ditahan. Ada luka yang dipendam sendirian,” imbuhnya.
Untuk mencegah tingginya kasus-kasus tersebut, Kejari Sanggau mendirikan Posko Akses Keadilan Perempuan, Anak dan Disabilitas yang diresmikan pada Selasa (22/4).
Baca Juga:
“Posko ini hadir sebagai wujud nyata dari komitmen kami aparat penegak hukum. Bukan hanya sebagai tempat layanan hukum, tetapi juga sebagai ruang aman yang memungkinkan setiap individu merasa didengar, dilindungi dan diberdayakan. Tempat di mana keberanian untuk melapor tidak dibalas dengan keraguan, dan proses hukum tidak menjadi beban baru bagi korban,” ujarnya.
Ia menyebutkan keadilan tidak boleh berhenti di ruang formal, namun harus menjelma menjadi pengalaman nyata, yang dapat dirasakan hingga ke akar kehidupan masyarakat, terutama bagi mereka yang selama ini dipinggirkan, ditinggalkan maupun dilupakan.
Menurut Dedy, bagi korban, keadilan tidak hanya soal putusan pengadilan, tetapi bicara tentang tanpa takut dan didampingi tanpa dihakimi.
“Apa yang muncul ke permukaan hanyalah sebagian kecil dari realitas yang lebih luas. Di daerah kita sendiri, dalam dua tahun terakhir, Kejaksaan Negeri Sanggau mencatat puluhan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” lanjutnya.
Masih dikatakan Dedy, dalam konteks penyandang disabilitas, tantangan yang dihadapi tidak kalah berat. Selain risiko kekerasan yang kerap luput dari sorotan, mereka juga menghadapi hambatan berlapis, baik secara fisik, komunikasi maupun pemahaman aparat terhadap kebutuhan khusus.
“Posko ini dirancang untuk menjadi ruang yang inklusif dan adaptif, agar penyandang disabilitas pun mendapatkan perlindungan dan akses keadilan yang setara. Melalui posko ini, kami ingin menegaskan bahwa bukan sekadar simbol. Melainkan jawaban dan janji bahwa setiap perempuan, anak, dan penyandang disabilitas punya hak yang sama untuk didengar dan dilindungi,” pungkasnya.(pek)