Sanggau, BerkatnewsTV. Masih kerap terjadinya penyelundupan barang – barang ilegal di wilayah perbatasan RI – Malaysia di Kecamatan Entikong dan Sekayam memantik keprihatinan berbagai pihak. Terlebih, upaya penyelundupan yang dilakukan oleh pelaku kerap melalui jalur tikus.
Sebagaimana diketahui, didua kecamatan yang berbatasan langsung dengan negeri Jiran itu terdapat 19 jalur tikus. Sesuai data yang pernah dirilis Polres Sanggau, di Entikong terdapat 9 jalur tikus yakni PLBN, sisi kanan border PLBN, sisi kiri border PLBN, Peripin, Gun Tembawang, Suruh Tembawang, Pala Pasang, Mangkau dan Panga.
Untuk jalur tikus di Sekayam terdapat 10 titik yakni di Bantan, Segumun, Lubung Tengah, Sei Tekam 1, Sei Tekam 2, dua titik di Sei Beruang, Guna Banjir 1, Guna Banjir 2 dan Tapang Peluntan.
Anggota DPRD Sanggau, Konggo Tjintalong Tjondro mengatakan, 19 jalur tikus yang menjadi lalu lintas barang dan orang di perbatasan Indonesia-Malaysia perlu menjadi prioritas pemerintah pusat untuk membangun pos penjagaan permanen yang berskala kecil sesuai dengan kebutuhan. Sehingga arus pergerakan barang maupun orang dapat dipantau.
“Tentunya ini menjadi komitmen Presiden Jokowi membangun dari pinggiran. Harapan kita sebagai masyarakat Sanggau khususnya wilayah Entikong dan sekitarnya, tambahan pos penjagaan segera terwujud dan tidak kalah pentingnya dukungan personel aparat yang bertugas di pos tersebut,” katanya, Minggu (20/1).
Menurut legislator Partai Golkar ini, penutupan jalur tikus dengan membuat pagar pembatas dari kawat tidak akan maksimal jika di wilayah jalur-jalur tikus tersebut tidak dibangun pos perbatasan atau pos penjagaan.
“Karena sudah beberapa kali, pagar pembatas dari kawat itu sering dijebol oleh oknum untuk meloloskan barang ilegal dari Malaysia,” ungkap Konggo.
Namun ia melihat upaya instansi pemerintah di perbatasan sudah maksimal dalam mencegah masuknya barang-barang ilegal melalui perbatasan.
“Kalau penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi di PLBN Entikong sudah cukup maksimal. Tentunya masih perlu ditingatkan di jalur tikus yang pelanggarannya untuk menyambung hidup,” tutur Konggo.
Wakil Ketua LSM Citra Hanura, Abdul Rahim menilai dari jaman sebelum merdeka hingga sekarang, problematika di perbatasan kurang lebih sama.
“Budaya kita dan adat istiadat dengan negara seberang hampir sama, jual beli juga sama. Namun besar kecilnya saja yang berbeda,” terang dia.
Dalam hal penataan kawasan perbatasan, Rahim menyebut, bukan saja masalah infrastruktur, sumber daya manusia perbatasan juga harus ditingkatkan. Baik pendidikan formal maupun non-formal secara terstruktur dan berkesinambungan, tentu dengan tidak melepaskan fungsi-fungsi perangkat desa.(dra)