loading=

OPINI-Jangan Berpuasa yang Sia-sia

Rektor IKIP PGRI Pontianak, Kalimantan Barat, Rustam,S.Pd.M.Pd.Kons dan Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Drs. H. Priyono, M.Si
Rektor IKIP PGRI Pontianak, Kalimantan Barat, Rustam,S.Pd.M.Pd.Kons dan Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Drs. H. Priyono, M.Si

Bulan suci bulan yang dinanti
Tiada hari tanpa bersihkan hati
Dihiasi dengan ibadah yang bervariasi
Agar mendapat ridho Ilahi

Tapi sayang banyak yang tidak mengerti
Banyak orang mengumbar ucapan dan perilaku
Tidak berarti Tiada beda ketika jalankan puasa di masa lalu dan masa kini
Akhirnya puasanya tidak berarti, sayang sangat sedih hati ini

Puasa ramadhan baru saja dimulai, dua hari kita lalui, terasa ringan dan menggembirakan bila diawali dengan niyat yang bulat dan ada ghirah untuk melaksanakan ibadah yang unggulan sebagai tabungan di akherat serta menyadari betapa Allah di bulan suci ini memberikan bonus yang istimewa yang tidak akan diberikan selain bulan ramadhan.

Akan terasa mengalir tanpa beban jika puasa diisi dengan ibadah sesuai tuntunan Rosul, mulai dari menjalankan sholat tarweh di masjid secara berjamaah, iktikaf di masjid,shadaqah dan membayar zakat dan selalu berbuat baik.

Jika puasa menjadi sebuah rutinitas maka tidak ada sesuatu yang istimewa, tapi berbeda jika ibadah puasa dipandang sebagai ibadah istimewa yang didalamnya harus dihiasi dengan ibadah yang istimewa pula maka akan terasa menjadi sesuatu yang berbeda dan hasilnya menjadi maksimal.

Sesuai dengan tujuan puasa itu sendiri, seperti yang difirmankan Allah swt dalam surah Al Baqarah ayat 183 yang artinya “Hai orang orang yang beriman, diwajibkan berpuasa sebagaimana orang orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa “.

Jadi puasa hanya diperintahkan bagi orang yang beriman, kemudian puasa itu ternyata juga dilaksanakan oleh kaum sebelum Muhammad dan tujuannya agar menjadi manusia yang memiliki derajat yang paling tinggi yaitu takwa sehingga memiliki akhlak yang mulia untuk menjalankan amanah sebagai khalifah di bumi.

Puasa dalam arti yang hakiki, tentu tidak menahan makan, minum dan seksual pada waktu yang telah ditentukan, namun orang yang berpuasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang tidak diridhoi Allah SWT.

Termasuk didalamnya puasa baik secara fisik dengan mempuasakan seluruh anggota badan yang telah diberikan kepada kita sampai mempuasakan jiwanya agar terhindar dari niyat yang tidak baik. Maka seorang yang berpuasa wajib menjauhi amalan yang merusak puasa.

Namun agaknya memang belum semua orang mengerti (awam) tentang tujuan dari ibadah puasa Ramadhan ini. Makanya, tidak heran bila ada yang berpuasa, tetapi dia tidak merasakan dampak positif dari ibadah puasa Ramadhan yang dilakukan.

Selama hidupnya telah berjumpa dengan Ramadhan berpuluhkali namun kualitas ketakwaannya tetap biasa-biasa saja. Ini karena kebanyakan kita berpuasa seperti puasanya orang awam saja.

Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa puasa memiliki tiga tingkatan, yaitu (1) puasanya orang awam, (2) puasanya orang khusus, dan (3) puasa khusus untuk orang khusus.

Ketiganya dapat diibaratkan seperti tingkatan anak tangga dimana semakin tinggi anak tangga semakin baik kualitas puasanya.

Sehingga Rosulullah menyindir orang yang berpuasa karena tidak mendapatkan apa apa dari puasanya karena hanya sekedar menahan makan dan minum sedangkan dampak puasanya terhadap perilaku tidak ada bedanya antara berpuasa dan tidak berpuasa.

Kondisi yang demikian itu puasanya tidak mendapatka apa apa kecuali haus dan lapar, sebagaimana sabda Rasul Muhammad saw : ‘Berapa banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa apa kecuali haus dan lapar “( HR.Ibnu Majah).

Perilaku yang menyimpang itu bisa berwujud dusta, berkata bohong, fitnah,ghibah dan sebagainya dapat merusak pahala puasa dan menjadikan puasanya sia sia sebagaiman Rosul bersabda : “ Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan tetap mengamalkannya, maka Allah swt tidak membutuhkan puasanya”.(HR Bukhari Muslim).

Berpuasa tapi masih berbuat maksiat jelas akan mengurangi nilai puasa bahkan sia sia, makanya selama menjalankan puasa, harus menahan diri dan semua panca indera juga ikut berpuasa dari semua perbuatan maksiat dan dosa.

Penuhi waktu puasa dengan kegiatan ibadah yang prima sesuai tuntunan Rosul. Membiasakan diri sholat yang khusyu’ dan tepat waktu, Membiasakan diri menjaga seluruh anggota tubuh kita dari perbuatan yang berdusta, membiasakan diri selalu berbuat kebaikan dan membiasakan diri suka berderma.

Oleh karenanya, di saat puasa kita baru berjalan dua hari, maka perlu dilakukan muhasabah sehabis berbuka puasa , apakah selama sehari penuh, kita telah berpuasa dengan baik dan benar sesuai syariat dan selalu memohon kepada Allah swt agar senantiasa diberikan kekuatan untuk mencegah perkataan dan perilaku yang bisa merusak nilai puasa.

Puasa yang kita laksanakan berharap bisa menjadikan orang yang bertakwa sesuai dengan misi suci yang termaktub dalam Al Qur’an , Surah Al Baqarah 183.

Penulis :
Rektor IKIP PGRI Pontianak, Kalimantan Barat, Rustam,S.Pd.M.Pd.KonsDosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Drs. H. Priyono, M.Si