Pontianak, BerkatnewsTV. Kendati pemerintah telah menjamin kemerdekaan pers, namun terbitnya UU ITE Nomor 11 tahun 2008 dinilai masih menjadi sebuah ancaman bagi kalangan pers Indonesia.
Sehingga sejak disahkan, Undang-undang ITE ini kerap menjadi sebuah pendapat yang kontroversi dengan UU Pers Nomor 40 tahun 1999 maupun MoU Dewan Pers dengan Kapolri.
“Memang UU ITE memberi rambu-rambu baru bagi pers dalam menjalankan fungsinya. Tetapi menurut saya tidak sampai membelenggu kemerdekaan pers,” kata Ketua PWI Kalbar, Gusti Yusri kepada BerkatnewsTV, Sabtu (9/2).
Menurutnya, sepanjang pers berpegang pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) maka dipastikan aman.
“Ya, memang seakan mempertegas KEJ. Sebenarnya yang diwanti-wanti oleh UU itu bukan hanya jurnalis tetapi aparat penegak hukum juga diberikan rambu-rambu dalam bertindak, menyidik ataupun menuntut. Bahkan hakim juga diberi rambu-rambu,” terang Yusri.
Ia katakan sepanjang pers on the track ya tidak masalah. Yang masalah kalau nyerempet-nyerempet.
“Kadang wartawan khususnya yang muda-muda itu kadang suka nyerempet-nyerempet,” ucapnya.
Namun dikatakan Yusri fungsi pers seperti yang diamanatkan UU Pers tetap bisa dijalankan. Apakah fungsi control sosial, memberikan informasi maupun fungsi menghibur.
“Kan tidak masalah. Yang harus dilakukan pers berpegang teguh pada KEJ,” tuturnya.
Apalagi, menjelang Pemilu, Yusri mengimbau para jurnalis khususnya di Kalbar dapat menjalankan fungsi pers yang sesungguhnya. Pers harus netral.
Menyinggung menjamurnya media online seiring pesatnya teknologi di era digital, Yusri melihat hal itu sebagai konsekuensi kemajuan teknologi informasi yang tidak bisa terelakkan.
“Tentu hal ini berpulang ke masyarakat memilih. Tapi itu semua harus mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk menghindari terjadinya hoax,” pungkasnya.(rob)














