Pontianak, BerkatnewsTV. Tim gabungan terdiri Satpol PP, polisi dan TNI melakukan penertiban ratusan PKL yang berada di kawasan Auditorium Untan.
Diperkirakan ada sekitar 263 lapak PKL di Untan yang digusur tim gabungan. Namun, sempat menimbulkan protes dari para PKL.
Kepala Satpol PP Kota Pontianak, Ahmad Sudiyantoro, menjelaskan bahwa proses penataan ini melibatkan relokasi pedagang ke lokasi baru yang telah disiapkan yaitu di Jalan Daya Nasional.
Diakui Ahmad Sudiyantoro, sebagian besar pedagang sudah menerima relokasi ini dengan baik, meski ada beberapa yang awalnya menolak untuk pindah. Namun, berkat pendekatan persuasif mereka akhirnya bersedia untuk menyesuaikan diri.
“Untuk sementara waktu, para pedagang akan berada di sisi kiri Jalan Daya Nasional, mulai dari Ara Amad Yani hingga Imam Bonjol,” ungkapnya disela penertiban, Jumat (6/12).
Ia menambahkan, ke depannya UNTAN sudah memiliki master plan untuk penempatan pedagang di lokasi yang lebih layak dan tidak mengganggu aktivitas di trotoar.
Sebelumnya, pihak UNTAN bersama Pemkot Pontianak telah melakukan sosialisasi dan pendataan terhadap para pedagang.
Menurut kepala Satpol PP tersebut, total ada 263 pedagang yang terdata. Dan sebagian besar sudah memindahkan dagangannya ke lokasi yang telah disediakan.
Baca Juga:
“Pihak UNTAN lebih banyak mempersiapkan segala sesuatunya, sementara Pemkot membantu kekurangan yang ada, seperti menyiapkan truk untuk membantu proses pemindahan,” tambahnya.
Namun, proses penertiban ini tidak lepas dari protes. Sarah, seorang pedagang cilok oil yang sudah berjualan di kawasan tersebut selama empat tahun mengungkapkan kekesalannya.
Ia merasa bahwa tindakan penggusuran ini terlalu mendesak dan tidak mempertimbangkan kondisi para pedagang.
“Saya di sini cuma cari makan, bukan mencari masalah. Kenapa langsung digusur seperti ini? Kalau tempatnya sudah siap, dengan lampu dan fasilitas lainnya, baru kami nyaman untuk pindah,” ujarnya kecewa.
Sarah berharap agar Pemkot Pontianak maupun Untan memberikan solusi yang lebih baik bagi para pedagang kecil yang mengandalkan kawasan tersebut untuk mencari nafkah.
Ia menyatakan bahwa penggusuran yang dilakukan tanpa persiapan yang matang membuatnya kesulitan, bahkan sampai tidak memiliki tempat untuk berjualan dan tidak bisa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Saya sudah empat tahun berjualan di sini. Kami bukan penjahat, kami cuma cari uang. Kalau bisa, pertahankan kami di sini sampai ada tempat yang layak,” tuturnya.
Sarah berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan yang bijaksana, agar mereka bisa tetap berjualan dengan tenang tanpa merasa digusur secara paksa. (ebm)