Pontianak, BerkatnewsTV. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendorong hilirisasi industri di Kalimantan Barat (Kalbar) untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Kalbar menurutnya memiliki potensi industri yang bisa memberikan kontribusi untuk pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan di sektor industri pertambangan bauksit dan perkebunan.
Apalagi disebutkan Erick, mulai bulan Juni 2023 Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan kebijakan setop ekspor bijih bauksit. Setiap perusahaan diharuskan membangun smelter agar bisa mengolah industri hilirisasinya.
Erick menilai kehadiran kawasan industri akan memperkuat ekosistem dari infrastruktur hingga sumber daya potensial yang dimiliki Kalbar. Pemerintah, pun telah dengan tegas untuk terus meningkatkan hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Karenanya Erick meminta semua daerah termasuk Kalbar harus mampu mencari dan mengeluarkan potensinya yang berbeda dengan wilayah lain. Sektor hilirisasi industri Kalbar menjadi peluang dan kesempatan.
“Dengan disetopnya (ekspor) bauksit pada Juni, turunan nomor satunya ada smelter dan lain-lain, sama ketika kita ambil alih Freeport turunannya apa, smelter, tidak hanya peran dari BUMN tapi juga swasta. Bapak Presiden kemarin sudah bilang, ayo dong masing-masing daerah punya carbon copy, keunikan masing-masing, tidak semua dari nikel atau bauksit, nah itu. Jangan berpangku tangan pada pemerintah pusat tapi pemerintah daerah juga harus mampu,” harapnya usai kuliah umum di Universitas Tanjungpura (Untan), Sabtu (4/2).
Apalagi tambah Erick, Kalbar mempunyai potensi besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Sebab kebijakan pemerataan ekonomi menjadi salah satu prioritas utama pemerintah saat ini.
Realisasi investasi di Indonesia pada 2021 tercatat sebesar Rp 1.207 triliun atau 100,6 persen dari target awal yang sebesar Rp 1.200 triliun. Berbeda dengan sebelumnya yang mana terpusat di Pulau Jawa, lanjut Erick, realisasi investasi di luar Pulau Jawa kini justru lebih dominan dengan mencapai 53 persen.
“Kalbar pun harus memanfaatkan momentum ini dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk Kalbar, kita akan membangun pelabuhan, namun industrial estate-nya ada tidak,” ucapnya.
Tentunya tambah Erick setiap pembangunan memerlukan proses dan konsistensi. Untuk itu, ia menekankan pentingnya keberlanjutan dalam setiap pembangunan yang dampaknya akan dirasakan seluruh masyarakat.
Baca Juga:
Indonesia saat ini mengalami Deindustrialisasi Prematur. Bahkan tidak pernah mencapai level industrialisasi 30 persen GDP.
Level industrialisasi tertinggi yang pernah dicapai adalah 29,1 persen pada tahun 2001. Setelah itu menurun secara konsisten.
Data sementara GDP 2018 Triwulan III, level industrialisasi hanya 19.7 persen. Lima provinsi mengalami deindustrialisasi, 27 provinsi stagnan sektor industrinya dan hanya dua provinsi berhasil memfasilitasi industrialisasi.
“Sektor industri Kalimantan Barat hanya bergerak di angka 16 persen,” ungkap Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura (Untan) Eddy Suratman saat talkshow ekonomi Kalbar yang digelar Forum Jurnalis Ekonomi Katulistiwa (Fojekha), Jumat (3/2).
Apalagi disebutkan Eddy, pertumbuhan sektor primer berbasis pertambangan dan perkebunan diragukan keberkelanjutannya. Harga komoditias dunia sangat fluktuatif dan sebagian besar diproyeksikan akan jatuh di tahun 2025-2030.
Ditambah lagi berbagai tantangan yang mengintai depan mata seperti ketidak pastian ekonomi global, lonjakan inflasi, bencana alam, transmisi dan distribusi listrik yang terbatas serta rendahnya minta investasi penyediaan listrik.
“Semuanya itu menjadi tantangan terbesar bagi Kalbar yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.
Eddy mengingatkan tidak banyak pilihan bagi pemerintah daerah yaitu harus memanfaatkan sumber pertumbuhan baru (sektor sekunder dan tersier), seperti pariwisata dan ekonomi digital/kreatif.
“Meningkatkan efisiensi, produktivitas dan nilai tambah untuk memfasilitasi transformasi struktural melalui reindustrialisasi atau mendorong hilirisasi,” sarannya.(tmB/rob)