Pontianak, BerkatnewsTV. Sidang praperadilan Frans Narigi terhadap Kapolresta Pontianak dan Dirjen Hubud Kemenhub RI dalam kasus candaan bom di pesawat kembali digelar Senin (13/8) di Pengadilan Negeri Pontianak.
Sidang kedua ini dengan agenda mendengarkan keterangan dari pihak termohon dan turut termohon.
Usai sidang, kakak ipar Frans Narigi, Diaz Gwijangge mengungkap kasus serupa sering terjadi di Indonesia, namun perlakuan yang ada tidak seperti yang terjadi pada adik iparnya.
“Itu ada diskriminasi, ada rasialisme proses hukum ini,” kesalnya.
Ia menilai sidang pertama, tidak dihadiri termohon dan turut termohon yakni Kapolresta Pontianak dan Dirjen Hubud Kemenhub RI, padahal surat sudah diterima.
Sehingga sidang ditunda. Namun, tiba-tiba Frans Narigi dijemput paksa di Lapas meskipun Frans Narigi sempat menolak karena tidak didampingi pengacara.
“Semua surat-surat ini dibuat tergesa-gesa semua. Itu penilaian kami. Kami awam hukum tapi kami mengerti bahwa ini skenario besar, konspirasi besar antara pihak-pihak yang terlibat, baik perusahaan penerbangan, kejaksaan atau apapun. Polisi terlibat menskenariokan ini supaya mementahkan gugatan keluarga dan kuasa hukum di proses praperadilan,” paparnya.
Dia menilai bahwa persidangan ini hanya seolah-olah seperti formalitas saja, sebab pada sidang pra peradilan pertama sempat ditunda hingga satu minggu, namun pada sidang yang dilaksanakan pada hari Senin ini, keesokan harinya bisa langsung putusan.
Sementara itu Kuasa Hukum Frans Narigi, Andel, meminta jika perkara pokok telah berjalan di PN Mempawah, maka penyidik juga mesti memeriksa Dirjen Perhubungan dan Pramugari Lion Air, Cindy Veronika Muaya.
“Karena yang membuat penumpang panik bukan perkataan Frans tapi perkataan pramugari sehingga orang berhamburan. Frans tidak ada mengatakan bom tapi hanya awas bu. Mungkin salah pendengaran,” katanya.(jon)