Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan karakter bangsa dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Di Indonesia, sekolah inklusif semakin mendapat perhatian dari berbagai kalangan, terutama dalam upaya untuk mewujudkan hak pendidikan yang setara bagi semua anak serta merupakan konsep pendidikan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh peserta didik tanpa memandang perbedaan latar belakang, kondisi fisik, maupun kemampuan intelektual.
Sekolah inklusif diartikan sebagai sekolah yang dapat mengakomodasi dan mendampingi pengembangan diri Anak Berkebutuhan khusus (ABK). Proses pembelajarannya dengan berbagai pendekatan. Sistem pendidikan ini sejalan dengan prinsip bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Maka dari itu, peran Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat penting yang berfungsi sebagai pengarah yang esensial dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk memberikan dukungan bimbingan individual, bimbingan Sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir peserta didik.
Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan diselenggarakan untuk membantu peserta didik dalam mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal dan kemandirian secara utuh yang bersifat komprehensif. Pentingnya peran konselor untuk melakukan pendekatan individu terhadap peserta didik ini, membantu mereka untuk merasa diterima dan dihargai di dalam komunitas sekolah. BK bukan hanya tanggung jawab guru pendidikan khusus, tetapi seluruh tenaga pendidik.
Hal ini sejalan landasan hukum dalam pengembangan program pelatihan peningkatan kapasitas guru kelas pada sekolah dasar. Kebijakan tersebut berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2023 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan . Dengan mengedukasi guru, bimbingan dan konseling diharapkan mampu membantu menciptakan suasana belajar yang lebih ramah dan adaptif untuk semua warga sekolah.
Bagaimana Peran Strategis Bimbingan dan Konseling
Dalam mewujudkan sekolah inklusif, melalui beberapa strategi berupa Identifikasi kebutuhan individual, melibatkan asesmen komprehensif terhadap setiap peserta didik untuk memahami kebutuhan spesifik mereka yang kemudian digunakan sebagai dasar pengembangan program pendampingan yang sesuai. Pengembangan lingkungan belajar inklusif difokuskan pada menciptakan atmosfer toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan serta merancang intervensi yang mendukung keberagaman potensi peserta didik. Selain itu, pendampingan psikologis diberikan melalui konseling individual maupun kelompok untuk membantu mengatasi hambatan psikologis, terutama bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Strategi ini bertujuan untuk memastikan setiap peserta didik mendapatkan dukungan maksimal sesuai dengan potensinya. Melalui Bimbingan dan Konseling, peserta didik dapat diarahkan untuk menjadi pribadi yang seimbang, memiliki keterampilan hidup yang baik, serta mampu menghadapi tantangan kehidupan dengan percaya diri. Bimbingan dan Konseling tidak hanya sebagai layanan untuk mengatasi masalah, tetapi juga sebagai sarana untuk mengoptimalkan potensi dan kualitas hidup peserta didik dalam berbagai aspek.
Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dan guru kelas memiliki peran penting dalam memberikan bimbingan, konseling, serta dukungan positif bagi peserta didik dalam menghadapi tantangan perkembangan mereka. Kebijakan peningkatan kompetensi dan peran guru kelas serta guru BK yang berjumlah 43.887 orang (Ditjen GTK, 2019) pada seluruh jenjang pendidikan, bertujuan memperkuat kapasitas para guru dalam memberikan layanan yang lebih efektif dan relevan.
Problematikan bimbingan dan konseling dalam implementasinya
Tantangan yang sering dihadapi dalam implementasi sekolah inklusif adalah minimnya pemahaman dan sikap positif terhadap keberadaan peserta didik dengan kebutuhan khusus. Masyarakat umum, termasuk orang tua, kadang kala memiliki persepsi negatif yang dapat menghalangi integras atau berkembangnya peserta didik tersebut. Dikalangan para guru sendiri masih menganggap anak yang berkebutuhan khusus mutlak bersekolah di Lembaga Pendidikan khusus (SLB). Infrasturuktur yang belum memadai, keterbatasan SDM atau konselor yang kompoten atau lulusan yang dipesiapkan pemerintah dalam pelaksanaanya.
Solusi yang Ditawarkan
Pengembangan model pendampingan berbasis potensi individu menekankan pentingnya memaksimalkan kemampuan unik setiap peserta didik untuk mendukung proses pendampingan yang efektif. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah program peer counseling, di manapeserta didik dengan pemahaman dan empati yang lebih tinggi dapat memberikan dukungan kepada teman-temannya yang membutuhkan. Program ini tidak hanya membantu Anak Kerkebutuhan Khusus, tetapi juga memperkuat karakter empati dan solidaritas di antara sesama, sekaligus menanamkan nilai penghargaan terhadap perbedaan dalam masyarakat yang plural. Perlu peningkatan kompetensi guru atau konselor melalui pendidikan serta pelatihan serta sosialisasi berkelanjutan, terhadap pengembangan kurikulum bimbingan konseling yang responsif terhadap keberagaman atau kbhinekaan, serta kolaborasi lintas profesi dan lembaga pendidikan guna memastikan pendekatan yang holistik dan inklusif.
Rekomendasi
Adanya regulasi yang lebih komprehensif dalam program Bimbingan dan Konseling serta mekanisme pengelolaan untuk langkah-langkah dalam pengelolaanya pada satuan pendidikan yang meliputi analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut pengembangan program. Mekanisme penyelesaian masalah, merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh Konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada Konseli atau peserta didik berupa identifikasi, pengumpulan data, analisis, diagnosis, prognosis, perlakuan, evaluasi dan tindak lanjut pelayanan.
Memfasilitasi Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan tindak lanjut layanan bimbingan dan konseling, memberi acuan dalam mengembangkan program layanan bimbingan dan konseling secara utuh dan optimal dengan memperhatikan hasil evaluasi dan daya dukung sarana dan prasarana yang dimiliki, adanya acuan dalam monitoring, evaluasi dan supervisi penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah dan masyarakat, perlu bersinergi untuk mengoptimalkan peran BK sehingga pendidikan inklusif dapat terwujud di seluruh Indonesia. Dengan langkah ini, kita dapat memastikan bahwa setiap anak mendapatkan hak pendidikan yang setara tanpa terkecuali.
Penulis : Fergin Aquarius
Email : ferginaquaarius23@pasca.alqolam.ac.id
Pembimbing : Dr. Muhammad Husni, M.Pd
Magister Pendidikan Universitas Al-Qolam Malang, Jawa Timur
Referensi:
Hasanuddin, H., Randi Aritama, Waliadin Waliadin, Liza Nofianti, dan Chitra Imelda. “Sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan.” Jurnal Pengabdian Masyarakat Bangsa 2, no. 5 (2024): 1633–1640.
Permendikbud. “Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.” Republik Indonesia (2014): 1–45.