Pernikahan Dini Penyebab Anak Putus Sekolah di Sanggau Tinggi

Angka anak putus sekolah di Sanggau tergolong tinggi sehingga mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Angka anak putus sekolah di Sanggau tergolong tinggi sehingga mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Sanggau, BerkatnewsTV. Angka anak putus sekolah di Sanggau tergolong tinggi sehingga mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sanggau mencatat lama sekolah orang Sanggau rata-rata 7,42 tahun atau rata-rata kelas 2 SMP, dan harapan lama sekolah orang Sanggau rata-rata 11,65 tahun atau kelas 2 SMA.

Sekretaris Daerah Sanggau Kukuh Triyatmaka menyebutkan anak putus sekolah di Sanggau tinggi berdasarkan hasil riset dan kajian yang melibatkan Dewan Guru dan perguruan tinggi yang pernah dilakukan pada tahun 2015.

Saat itu tim Bappeda Sanggau bersama Dewan Guru dan perguruan tinggi turun ke lapangan untuk melakukan riset.

“Sampelnya di Desa Penyeladi dan Balai Nanga, ada juga beberapa desa yang mayoritas Dayak. Dari riset itu kita temukan beberapa penyebabnya,” ujar Kukuh saat sosialisasi aplikasi Sistem Informasi Anak Putus Sekolah (SIAP Sekolah), Rabu (18/10).

Baca Juga:

Dari riset itu ditemukan beberapa hal yakni pernikahan dini, karena ingin mendapatkan pekerjaan dengan menjadi butuh lepas (BL) atau menjadi tukang bangunan dan beberapa faktor lainnya.

“Memang riset itu tidak bisa mengungkapkan alasan kenapa mereka tidak begitu semangat sekolah. Nah, ini yang menjadi tantangan kita kedepan mencari tahu apa ni penyebabnya. Dari situlah nanti kita tahu bagaimana menanganinya,” jelasnya.

Namun, Kukuh memastikan Pemkab Sanggau komitmen menurunkan angka putus sekolah diantaranya dengan melakukan intervensi dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk juga menyiapkan infrastruktur dan SDM sekolah hingga di desa.

“Kita juga menyiapkan program paket A, B dan C bagi yang sudah terlanjur tidak sekolah. Intervensi lainnya bisa dengan melakukan sosialisasi yang melibatkan semua pihak, misalnya organisasi, PKK, penggiat pendidikan, ormas, perusahaan dan lain sebagainya. Intervensi ini harus melibatkan semua pihak, termasuk pihak keluarga terdekat si anak,” jelasnya.(pek)