Sekretaris Dikbud Ungkap Masalah Pendidikan di Sanggau

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sanggau Maskun

Sanggau, BerkatnewsTV. Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sanggau, Maskun mengungkapkan permasalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era destruktif.

“Era destruktif ini era kacau. Kacau maksudnya bukan berkelahi, maksud kacau ini adalah cara ngajar dan belajar masa lalu harus kita tinggalkan. Cara belajar masa depan harus kita ikuti, tapi sayangnya cara belajar masa depan ini belum terbentuk secara mapan. Nah, disini persoalannya muncul,” kata Maskun ditemui Rabu (2/10).

Ia pun menyebutkan di generasi pendidikan ada lima generasi yang setiap generasi berbeda polanya.

“Mungkin masih ada guru-guru kita yang lahir di era 60an, generasi X namanya. Dia sulit mengakses teknologi, mungkin cara ngajarnya juga agak ketinggalan. Lalu kemudian guru generasi X ini tidak juga semuanya tidak bagus, ada juga yang bagus walaupun dia tua, gaptek dan sebagainya, tapi punya semangat yang tinggi, tetapi ketika ada keinginan membangun karakter siswa lalu menjewer gitu, ada semacam ketakutan yang dihadapi para guru tersebut dilaporkan ke polisi. Ini salah satu saja,” bebernya.

Kemudian, para guru mengajar generasi milineal. Generasi milenial ini adalah generasi yang lahir tahun 90an.

“Nanti ada lagi generasi alpha, ada juga generasi 2010 dan lain sebagainya. Kadang saya bergurau dengan para guru, saya bilang saya takut suatu ketika, saking hebatnya dunia ini, anak-anak masa depan ditangannya sudah ada mouse, saking hebatnya mereka,” ujarnya.

“Saya terus terang lahir diera 60-70an atau generasi X, dalam banyak hal kami sering dibilang lambat, sementara generasi milenial mereka ingin cepat dan instan, sering kali mereka lupa mengabaikan proses. Kalau gurunya lambat dia marah, nah guru kadang-kadang mau menjewer lalu ada pula cerita lain, nah ini persoalan guru saat ini,” tambahnya.

Dikatakah Maskun, bahwa ia berkeinginan menciptakan generasi yang pintar, tapi pintar saja tidak cukup, harus pintar merasa.

“Kalau pintar sajakan dari segi pengetahuannya yang hebat, tapi pintar merasa ini berkaitan dengan aspek sikap dan prilakunya, penghormatannya, disiplinnya, dedikasinya, kecintaannya kepada orang lain bahkan kepada dirinya sendiri. Hari ini saya lihat itu berkurang. Anak-anak kita saya lihat ada yang main gadgetnya itu diatas tujuh jam. Kebiasaan ini menuntut anak-anak kita tidak peduli dengan lingkungan dan ini berbahaya,” pungkasnya.

Hari ini, Dinas Pendidikan akan terus mensosialisasikan kurikulum 2013. Sejatinya, kurikulum 2013 itu mengungatkan karakter.

“Sebagai informasi, kurikulum 2013 di Sanggau belum tuntas, masih ada sekitar 150 sekolah yang masih menggunakan KTSP dan ditargetkan selesai di tahun ajaran 2019-2020. Baru semuanya akan move on tahun 2020 ke atas. Artinya penguatan guru harus kita lakukan,” imbuhnya.

Persoalan berikutnya yang dihadapi dunia pendidikan kita, kata Maskun adalah masih rendahnya literasi. Orang yang literasinya rendah akan mudah mempercayai berita bohong. Literasi itu tujuannya membuat kita jauh lebih baik.

“Kalau sudah tahu berita atau kontennya ini hoaks, jangan disebarkan lagi, stop saja di HP kita, sudah tau ujaran kebencian, sudah hapus saja, jangan diteruskan,” tuturnya.(dra)