loading=

Idul Adha, Perjuangan dan Pengorbanan Sang Khalilullah

Wawan Setiawan Abbas Mahasiswa Teknik Lingkungan Unipas

BerkatnewsTV. Idul Adha adalah hari besar umat Islam yang lebih besar dari Idul Fitri. Idul Adha adalah hari yang diajarkan kepada umat Islam untuk berkurban dan berbagi.

Idul Adha adalah pelajaran berharga bagi umat islam untuk merefleksikan secara komprehensif akan makna berkurban, sehingga ibadah kurban yang dilakukan oleh jutaan umat islam memiliki nilai yang berarti dalam dirinya.

Idul Adha adalah hari jutaan umat islam disatukan untuk menunaikan rukun islam yang ke lima di tanah suci

Idul Adha adalah hari yang ditetapkan di akhir Tahun Hijriyah agar umat islam dapat melalukan evaluasi dan intropeksi untuk menjadi manusia yang berserah diri kepada pencipta alam semesta.

Tepat pada Selasa 20 Juli 2021 bertepatan dengan 10 Dzulhijah 1442 H, umat islam di seluruh dunia akan merayakan hari Raya Idul Adha dalam suasana pandemi.

Sekalipun begitu, suasana pandemi tidak mengurangi semangat umat islam untuk melaksanakan haji ke baitullah dan menyembelih hewan kurban, walaupun umat islam di indonesia tidak di berangkatkan ke tanah suci untuk kedua kalinya karena covid – 19, namun pelaksanaan haji di baitullah tetap di laksanakan.

Salah satu nilai yang sangat penting dari Idul Adha ialah menyegarkan ingatan kita pada perilaku, sikap dan totalitas komitmen Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah untuk membangun kehidupan yang semata-mata hanya untuk menyembah Allah.

Sesungguhnya Idul Adha menggambarkan praksis eliminasi (penyingkiran) egoisme umat manusia untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dan solidaritas.

Nabi Ibrahim di tugaskan Allah sebagai wakilnya di bumi untuk melabuhkan kesejahteraan lahir dan batin serta kemakmuran hidup manusia melalui peneguhan spiritualitas humanistik, hubungan berkelanjutan secara horizontal antara sesama manusia dan secara vertikal antara manusia dan pencipta alam semesta.

Secara historis, sekitar 4.000 tahun yang lalu, peristiwa besar dialami Nabi Ibrahim ketika diperintah untuk meyembelih putra tersayangnya Nabi Ismail.

Nabi Ibrahim pun mengeliminasi egoismenya demi mematuhi perintah Allah untuk menyembelih putra tercinta semata-mata demi cintanya kepada Allah.

Sehingga Allah pun mengganti kepasrahan total Ibrahim dengan seekor domba untuk menggantikan Ismail. Peristiwa ini merepresentasikan puncak spiritualitas ketauhidan Ibrahim yang sangat mendalam dia serahkan segala kecintaannya kepada Allah sehingga peristiwa ini menjadi warisan hikmah tiada tara kepada setiap generasi.

“Sesungguhnya aku hadapkan wajahku selurus-lurusnya kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukannya”.(Q.S. Al-An’am, ayat 79).

Peristiwa kurban merupakan peristiwa yang tidak terlepas dari perjuangan Nabi Ibrahim, yaitu pembuktian kebenaran monoteisme dihadapan Namrud, sampai pada kerja keras Ibrahim dan Hajar membangun lembah Hijaz menjadi pusat peradaban humanistik yang berbasis nilai-nilai transendental monoteistik.

Dialah Sang Khalilullah, yang karenanya agama ini dinamakan Islam
Dialah Sang Khalilullah, yang puncak rukun Islam kita adalah menyusuri kisah keteladanannya.

Dialah Sang Khalilullah, yang bangunan kiblat umat Islam sedunia ditinggikan bersama putra tercintanya. Dialah Sang Khalilullah, yang manasik haji kita diteladankannya sebagai puncak ritual dan kesalehan seorang hamba yang nabi-nabi setelahnya adalah keturunannya.

Dialah Sang Khalilullah, manusia pilihan yang kualitas berserah dirinya dijadikan sebagai ukuran dan nama agama ini. Dialah Sang Khalilullah, yang doanya sangat mustajab dan ikrarnya dijadikan doa iftitah dalam shalat.

“Sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam”

Dialah Sang Khalilullah, yang di akhir shalat pun kita bershalawat untuk Nabi Muhammad sebagaimana Allah karuniakan shalawat padanya.

“Ya Allah aku bershalawat kepada Nabi Muhammad, serta keluarganya, sebagaimana engkau sampaikan shalawat kepada Nabi Ibrahim serta keluarganya, dan berikanlah keberkahan kepada Nabi Muhammad serta keluarganya, sebagaimana telah engkau berkahi Nabi Ibrahim serta keberkahan yang dilimpahkan kepada keluarganya”.

Inilah puncak tertinggi perjalanan spiritual dari seorang manusia yang ingin kembali hanya kepada Allah SWT.

“Laa syariikalahu wabidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin”.

Pesan yang terkandung dalam makna Idul Adha ialah dimensi sosial kemanusiaan, bukan dimensi individual dan golongan tertentu
Ketika Idul Adha di maknai secara holistik,

Maka umat Islam harus mampu mengorbankan harta jiwa dan raganya demi merajut solidaritas persatuan umat yang rahmatan lil alamin
Pada dasarnya, berkurban dalam bentuk hewan dan lainnya merupakan simbol perwujudan tingkat keikhlasan dalam mengorbankan hartanya semata-mata untuk cintanya kepada Allah.

Secara ekologis, ibadah kurban merupakan bentuk keteguhan hati dan keimanan seseorang untuk menguatkan nilai-nilai persatuan
Secara epistemologi, Idul Adha yang diinginkan dalam pesan Nabi Ibrahim dengan menyimbolkan pada penyembelihan putranya, memiliki dua basis epistemologi.

Pertama, umat islam diwajibkan untuk selalu beriman dan bertakwa, baik dalam kondisi kaya maupun miskin, sehingga ketaqwaan dan kepatuhan akan perintah Allah itu wajib di tunaikan, meskipun harta dan jabatannya harus dikorbankan.

Kedua, umat Islam harus memiliki sikap jujur, konsisten, komitmen dan bertanggung jawab dengan baik sebagaimana Nabi Ibrahim mengorbankan Ismail dalam mimpinya, hal itu ditegaskan kepada kita bahwasanya sikap jujur dan konsisten adalah esensi dasar seseorang mematuhi perintah Allah SWT.

Penulis: Wawan Setiawan Abbas
Mahasiswa Teknik Lingkungan Unipas ( Bali)