Pontianak, BerkatnewsTV. Sindikat mafia tanah di Kabupaten Kubu Raya berhasil diungkap Satgas Anti Mafia Tanah Polda Kalbar.
Tak tanggung-tanggung, diperkirakan nilai kerugian yang dialami korban hingga mencapai Rp1 triliun dengan asumsi harga Rp500 ribu per meter persegi. Dengan luas tanah mencapai 200 hektare yang berlokasi di Desa Durian Kecamatan Sui Ambawang Kabupaten Kubu Raya.
Kasus ini ternyata melibatkan seorang oknum mantan pegawai ATR/BPN Kubu Raya berinisial A yang juga Ketua Tim Adjudikasi Desa Durian pada tahun 2008.
Selain itu juga UF Kepala Desa Durian yang menjabat di tahun 2008. Kemudian dua orang pemegang SHM berinisial H dan T.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar, Kombes Pol Luthfie Sulistiawan mengatakan kasus ini terungkap di bulan Maret 2021 lalu.
Modus operandinya yakni tersangka A (mantan oknum pegawai BPN) memalsukan warkah yakni SPT dan Surat Keterangan Domisili yang ditanda tangani Kepala Desa. SPT itu seolah-olah atas nama tersangka H dan T padahal keduanya bukan lah pemilik sebenarnya.
“Ternyata proses ajudikasi ini justru digunakan untuk melakukan kejahatan dengan cara melakukan tindak pidana pemalsuan. Apalagi tersangka A masih hubungan saudara kandung dengan tersangka lainnya H,” ungkap Luthfie disela konfrensi pers, Rabu (22/4) di Mapolda Kalbar.
Dari hasil pemalsuan identitas dan SPT, tersangka A (oknum mantan pegawai BPN) menerbitkan setifikat kepada adiknya tersangka H sebanyak 17 SHM dan tersangka T (rekan kerja H) dibuatkan sertifikat sebanyak 15 SHM.
Baca Juga:
- Sabu 53 Kg Dimusnahkan. Tersangka Hingga Kini Masih Penyelidikan
- 100 Ton Rotan Ilegal dari Ketapang akan Diselundupkan ke Malaysia
“Awalnya kasus ini hanya ditemukan 11 warkah yang terbit SHM namun setelah dilakukan penelusuran intensif ditemukan 147 warkah dan 147 buku tanah yang diduga perolehannya ilegal,” ungkapnya.
Dari 147 SHM itu sambung Luthfie ditemukan pula SHM atas nama keluarga tersangka A yaitu atas nama istrinya 10 SHM, dan adik ipar 1 SHM. Sehingga total SHM yang dibuat tersangka A untuk keluarga dan kerabanya sebanyak 43 SHM.
Dalam perjalanannya, tiga orang pemilik aslinya yang merupakan masyarakat setempat melaporkan tanahnya telah terjadi tumpang tindih dengan SHM orang lain.
Adapun barang bukti yang disita yaitu 147 buku tanah, 11 lembar sertifikat Hak Milik Tanah dan 1 buah buku register pengantar KTP dari kantor desa.
Diketahui bahwa pelaku berinisial A merupakan residivis yang pernah terlibat dalam kasus yang sama pada tahun 2014 sehingga diberhentikan secara tidak hormat dari BPN pada tahun 2015.
Luthfie menjelaskan, sebagian besar yang menjadi korban adalah masyarakat kecil, yang mata pencahariannya berasal dari lahan tersebut. Karena perkara tersebut terjadi pada proses ajudikasi pertanahan tahun 2008.(rob)