Pontianak, BerkatnewsTV. Di bawah terik mentari Pontianak cerah, sebuah pernyataan tegas menguar, memecah keheningan siang damai.
Bukan sekadar kabar biasa, melainkan sebuah seruan lantang dari jantung Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi Kalimantan Barat.
Sebuah seruan yang menusuk kalbu, menyingkap tirai-tirai gelap praktik culas yang selama ini bersembunyi di balik bayang-bayang kelangkaan.
Adalah Matruji. Ia merupakan sosok sentral yang menjabat Sekretaris DPD Organda Kalbar sekaligus Anggota DPRD Kota Pontianak, tak lagi mampu membendung gelisah.
Dengan nada bergetar namun penuh ketegasan, ia membuka pintu lebar bagi Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak tanpa ampun.
Tanpa pandang bulu, setiap oknum anggotanya yang terbukti menari di atas penderitaan rakyat, menjadi mafia solar subsidi meraja di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“Kami tekankan kepada APH apabila ada anggota dari kami bermain dan terbukti bermain menjual BBM jenis solar subsidi dengan harga di luar ketentuan, silakan tangkap, saya tidak akan melindungi oknum tersebut,” demikian Matruji mengukir sumpah, seolah ingin menyiramkan air suci di tengah dahaga keadilan.
Kata-katanya bukan bualan kosong. Ini adalah deklarasi perang terhadap ketidakjujuran, sebuah janji untuk membersihkan rumah sendiri dari kotoran telah lama menggerogoti integritas organisasi.
Pernyataan ini bukan hanya menggema di kalangan internal Organda, namun juga menembus dinding-dinding SPBU.
Juga mencapai telinga para spekulan, dan bahkan menyentuh nurani masyarakat yang selama ini hanya bisa meratapi kelangkaan dan harga yang melambung tak terkendali.
Selama ini, narasi yang beredar kerap menempatkan Organda dalam posisi yang abu-abu, seolah turut andil dalam kekacauan distribusi solar subsidi.
Namun, Matruji dengan lugas menepis tudingan itu, merobek stigma yang melekat.
Ia menegaskan bahwa Organda Kalbar telah bekerja sekuat tenaga, menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal.
Serta berupaya menjaga keadilan dalam pendistribusian BBM bagi para anggotanya. Sebuah pengakuan akan upaya tak kenal lelah, sebuah perjuangan di tengah badai godaan.
Pihaknya, lanjut Matruji, tak pernah lelah menjalin komunikasi, merajut benang-benang koordinasi dengan berbagai pihak di lapangan, termasuk dengan PT Pertamina yang, menurutnya, telah banyak memberikan uluran tangan.
“Untuk itu kami tegaskan apabila masih ada permainan kotor, yakin menjual harga bahan bakar solar subsidi tidak sesuai aturan di setiap SPBU, itu di luar dari anggota Organda,” tegasnya.
Seolah menarik garis demarkasi jelas antara benar dan yang salah, antara patut dicontoh dan harus ditindak.
Tak Lagi Berpangku Tangan
Namun, pengakuan itu tak lantas membuat Mat Ruji menutup mata terhadap realitas pahit di lapangan.
Ia sadar, akar masalah ini begitu menjalar, jauh melampaui batas-batas organisasi.
Oleh karena itu, ia tak sungkan untuk mendorong, bahkan mendesak, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kota Pontianak untuk tak lagi berpangku tangan.
Mereka harus lebih aktif, lebih sigap, dan lebih agresif dalam mengawasi penyaluran BBM jenis solar subsidi di setiap SPBU.
Hanya dengan campur tangan pemerintah daerah, keyakinan Matruji, praktik mafia solar masih merajalela bisa diatasi, bisa ditumpas hingga ke akar-akarnya.
“Maka kita mendorong Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota untuk aktif ikut mengawasi agar praktik kotor yang sering terjadi seperti ini bisa diatasi,” harapnya.
Itu sebuah harapan menggantung di pundak para pemangku kebijakan, sebuah asa dinanti oleh jutaan pasang mata merasakan dampak langsung dari kelangkaan solar.
Matruji dengan jeli juga memberikan gambaran mengenai kondisi penyaluran BBM jenis solar subsidi di lapangan.
Baca Juga:
- Pemda Wajib Tahu, Ini 14 Point Rekomendasi Organda Kalbar
- Terpilih Menjadi Ketua ORGANDA Kalbar, Agus Siapkan Program Inovatif Berbasis Digital
Ia mengklaim bahwa secara umum, distribusi masih berjalan seperti biasa.
Kendaraan-kendaraan yang bernaung di bawah payung Organda masih mendapatkan layanan pengisian BBM sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan berlaku.
Namun, ia tak menampik adanya realitas yang terkadang tak seindah harapan.
“Kalau pun fakta di lapangan, ternyata masih ada beberapa kendaraan yang tidak bisa mendapatkan BBM tidak sesuai dengan harapan, kita maklumi, sebab di lapangan kita ketahui jumlah kendaraan tidak hanya satu, tetapi jumlahnya banyak,” jelasnya.
Sebuah pengakuan akan kompleksitas masalah, sebuah pemakluman akan keterbatasan, namun bukan berarti pembenaran atas praktik kotor.
Matruji kembali mempertegas komitmen Organda untuk memberantas mafia solar dari internal mereka.
Ia bahkan memberikan ilustrasi konkret mengenai modus operandi yang kerap terjadi.
“Kalau ada anggota Organda yang bongkar muat BBM Subsidi silakan APH menindak secara tegas namun harus adil, semua pelaku kecurangan ditindak sesuai aturan,” ujarnya.
Seolah memberikan lampu hijau bagi APH untuk bertindak tanpa keraguan.
Hindari Gesekan
Ia bahkan memberikan contoh spesifik: “Misalnya ada anggota kami ngisi di SPBU tetapi kemudian dikeluarkan kembali dari tangki untuk dijual kembali saya minta ditindak tegas.” tegas Matruji.
Pernyataan ini bukan hanya sekadar retorika; ini adalah undangan terbuka bagi penegak hukum untuk menyeret oknum-oknum tak bertanggung jawab ke meja hijau.
Dalam setiap perkataannya, Matruji selalu menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan yang berlaku di lapangan.
Baginya, ketertiban adalah kunci untuk menghindari gesekan, baik antara sesama anggota Organda maupun dengan masyarakat setempat.
“Untuk pengisian di lapangan atau di SPBU kami tetap ikut aturan yang ada di lapangan. Karena kami tidak mau ada gesekan antara anggota kami dengan masyarakat setempat,” tegasnya.
Sebuah prinsip yang patut dicontoh, sebuah upaya untuk menjaga harmoni di tengah dinamika distribusi BBM yang rentan konflik.
Bahkan, Matruji mengungkapkan adanya “biaya tak terduga” yang terkadang harus dikeluarkan demi kelancaran proses pengisian.
Namun, ia menekankan bahwa biaya tersebut haruslah dalam batas wajar, tidak memberatkan, dan tidak mengandung unsur paksaan.
“Misalnya kami setelah pengisian harus bayar hal-hal yang tidak terduga akan kami bayar yang penting tidak memaksa dan tidak terlalu memberatkan,” ungkapnya.
Sebuah potret realitas lapangan yang seringkali luput dari perhatian publik, sebuah kompromi demi menghindari kerumitan yang lebih besar.
Matruji juga menyinggung tentang hukum bisnis yang berlaku bagi para anggotanya.
Bagi mereka, membeli solar di pengecer adalah pilihan terakhir karena harganya yang melambung tinggi dan ukurannya yang seringkali tidak sesuai.
“Bagi kami berlaku hukum bisnis karena kalau beli di pengecer harganya sangat mahal dan pasti ukurannya tidak pas atau tidak sesuai,” jelasnya.
Inilah mengapa mereka sangat bergantung pada SPBU, meskipun terkadang harus menghadapi berbagai tantangan di sana.
“Intinya anggota Organda tidak mau ada gesekan dengan warga sekitar SPBU. Karena membeli di luar SPBU akan lebih mahal, tapi kalau ada anggota kami yang bongkar muat ngisi untuk dijual silakan tindak tegas,” kata Matruji.
Dia kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga ketertiban dan mendorong penindakan terhadap para pelaku kecurangan. Pesannya jelas: toleransi terhadap mafia solar adalah nol.
Matruji mengingatkan dengan bijak tentang pentingnya pemberitaan yang berimbang.
“Tidak masalah yang penting beritanya berimbang. Karena Organda sebenarnya hanya ikut aturan di lapangan supaya tidak terjadi gesekan dan suasana tetap kondusif,” ujarnya.
Ini adalah seruan bagi para jurnalis untuk meliput secara objektif, untuk menyajikan fakta tanpa prasangka, dan untuk memberikan gambaran utuh tentang permasalahan yang kompleks ini.
Kisah tentang solar subsidi di Pontianak ini bukanlah sekadar berita rutin. Ini adalah cerminan dari pergulatan panjang antara kebutuhan dasar masyarakat, kebijakan pemerintah, dan intrik-intrik bisnis seringkali tak bermoral.
Pernyataan Matruji adalah secercah harapan di tengah kegelapan, sebuah janji untuk membersihkan tumpukan kotoran yang telah lama mengendap.
Namun, janji ini tak akan berarti tanpa aksi nyata dari APH, tanpa pengawasan ketat dari pemerintah daerah, dan tanpa partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Hanya dengan kolaborasi yang kokoh, mimpi akan distribusi solar subsidi yang adil dan merata bisa terwujud, dan jeritan keadilan di tengah krisis bisa menemukan jawaban.
Semoga, matahari Kota Pontianak yang cerah hari ini menjadi saksi bisu, bahwa integritas dan keadilan akan senantiasa menang melawan bayang-bayang gelap para mafia.(rob)
Deskripsi//
Organda Kalimantan Barat yang siap memerangi mafia solar subsidi. Sekretaris DPD Organda Kalbar, Mat Ruji, menyerukan Aparat Penegak Hukum untuk menindak oknum anggotanya yang terlibat. Artikel ini menganalisis kompleksitas distribusi solar, peran pemerintah daerah, dan dampak pada masyarakat.
Tags//
Mafia Solar Pontianak
Organda Kalbar
BBM Subsidi