Industri Biomassa Ancam Kerusakan Hutan Kalbar

Industri Biomassa Ancam Kerusakan Hutan Kalbar
Koalisi Transisi Energi Berkeadilan saat memperingati Big Bad Biomass Internasional Day yang menggelar aksi damai di Kantor Gubernur Kalbar pada Senin (21/10). Foto: egi

Pontianak, BerkatnewsTV. Industri biomassa dinilai mengancam kerusakan hutan di Kalbar. Mengingat jumlahnya luasan hutan Kalbar semakin hari kian menurun.

Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia Amalya Reza Oktaviani mengatakan, Pemerintah Indonesia kerap kali menyampaikan komitmennya untuk melakukan transisi energi. Namun justru mengedepankan solusi palsu. Sehingga kerusakan hutan di Kalbar masih menjadi ancaman.

Menurutnya pengembangan industri biomassa melalui pembukaan HTE besar-besaran di Kalbar hanya akan mengakibatkan krisis iklim yang makin parah.

Masih ada 56.372 hektare hutan alam di dalam 7 konsesi HTE di Kalimantan Barat. Apabila hutan alam tersisa tersebut dibuka untuk ditanami tanaman energi, maka potensi pelepasan emisi karbonnya bisa mencapai 36,5 juta ton emisi karbon. Ditambah dengan emisi pembakaran biomassa di PLTBm.

“Seharusnya, Pemprov Kalbar melakukan peninjauan kembali terhadap rencana pengembangan energi terbarukan di Kalbar. Cari sumber energi yang benar-benar terbarukan, dan terutama berkeadilan bagi masyarakat,” tegasnya.

Kondisi ini juga disampaikan oleh Koalisi Transisi Energi Berkeadilan saat memperingati Big Bad Biomass Internasional Day yang menggelar aksi damai di Kantor Gubernur Kalbar pada Senin (21/10).

Ketua Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo Ahmad Syukri menyebut, proyek transisi energi yang dijalankan saat ini berpotensi menimbulkan krisis lingkungan dan sosial yang lebih luas.

Baca Juga:

Dimana masyarakat selalu menjadi pihak yang harus menanggung semua dampak negatif secara sosial, ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkannya.

Menurutnya, praktik kebijakan pembangunan dan pengembangan hutan tanaman industri maupun Hutan Tanaman Energi di Indonesia. Termasuk di Kalbar selalu memicu terjadinya perampasan tanah-tanah masyarakat (land grabbing), dan melahirkan konflik lahan dan hutan dengan masyarakat lokal (land tenure dispute) yang terus berulang dan berlarut.

Di banyak tempat di Kalbar, masyarakat yang menjadi korban dari pemberian izin konsesi dan beroperasinya perusahaan hutan tanaman industri adalah masyarakat adat.

“Bagi mereka, tanah dan hutan dengan semua sumber dayanya merupakan sumber penghidupan turun temurun,” tuturnya.

Di sisi lain, perluasan izin konsesi HTI/HTE, tak terhindarkan justru akan mendorong pembukaan tutupan hutan, atau laju deforestasi dan degradasi lahan akan jauh lebih intensif dan luas.

Dengan demikian, target penurunan emisi karbon melalui skema REDD dipastikan gagal terpenuhi. Bahkan mendorong perubahan struktur dan fungsi ekosistem hutan dan habitatnya, termasuk mengancam kepunahan beberapa jenis satwa langka, seperti Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus).

“Belum lagi pembakaran biomassa akan menghasilkan polusi udara yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat,” jelasnya.(ebm)