Oleh: Wati Susilawati
Salah satu tujuan kunjungan Kami, para jurnalis perempuan ke Desa Tanjung Jati di Kecamatan Putusibau Selatan di Kabupaten Kapuas Hulu adalah melihat komitmen desa terkait pelayanan kesehatan.
Kunjungan Kami disambut warga. Dengan nada canggung menyapa ramah, sesekali saya dan rombongan berinteraksi dengan mereka, meskipun sekadar mengucap ‘assalamualaikum’, mengingat rata-rata penduduk desa beragama Islam. Kebanyakan rumah penduduk menyurupai rumah panggung, sama seperti di kawasan pusat kotanya. (Putussibau, red).
Banjir yang kerap melanda menjadi alasan utama mengapa rata-rata pondasi rumah penduduk tinggi hingga mencapai 1,5 meter dari permukaan tanah.
Dilihat dari kehidupan masyarakatnya, terutama sektor pangan, Desa Tanjung Jati bisa dikatakan cukup terpenuhi. Ini bisa dilihat dari jejeran warung kebutuhan pokok hampir di sepanjang desa. Belum lagi lahan padi dan kebun yang dimiliki, tepat di belakang rumah.
Akhirnya, posyandu desa di depan mata. Rombongan kami disambut ramah oleh ibu kepala desa dan kader-kader posyandu pembantu (postu) begitu plang nama menyebutkan, serta bidan setempat.
Kami dipersilahkan duduk, kue plus teh manis dihidangkan. Seperti kebiasaan warga Melayu, ramah kepada tamu,apalagi yang datang dari jauh.
Postu desa berderetan dengan postu lansia dan gedung balai desa. Sederhana, bahkan sangat sederhana tapi bersih dan rapi.
Di pusat layanan kesehatan itu, umumnya penduduk desa hanya mengeluhkan kelelahan, pinggang dan pinggul sakit. Mengecek kadar gula darah, asam urat dan hipertensi Jadi hal wajib bagi warga.
Ada sekitar 60 lansia di Desa Tanjung Jati, 50 bayi dan balita. Program kesehatan pun sangat konsen dilakukan para kader desa. Kerjasama dan kekompakan kunci agar warga desa mau datang ke puskesmas dan ke postu.
Desa Tanjung Jati memiliki fasilitas posyandu pembantu, posyadu balita dan posyandu lansia, posbindu dan polindes.
Pendekatan secara kekeluargaan kerap dilakukan kader kesehatan desa untuk memberikan pemahaman kepada penduduk tentang pentingnya kesehatan, terutama para ibu dan anaknya.
Kabar baiknya, menurut Ketua Posyandu Desa Tanjung Jati, Nelly Febrianti, kesadaran warga sudah jauh lebih baik, apalagi sejak program kesehatan perempuan dan anak masuk desa.
Ia mengakui, pola masyarakat desa masih terbentur dengan pemikiran lama, sehingga butuh kesabaran dan terus menerus dilakukan sosialisasi. Gerakan-gerakan seperti pelayanan posyandu yang selalu aktif, pemberian makanan tambahan, hingga sharing wawasan kepada penduduk tentang pentingnya asupan makanan.
Tidak hanya itu, setiap sebulan sekali akan ada ‘curhat’ warga kepada petinggi dan kader desa yang dilakukan secara kekeluargaan.
Peran posyandu sangat terasa dan berdampak luas kepada perkembangan ibu dan anak di Desa Tanjung Jati. Bagaimana tidak, awalnya masyarakat yang tidak mengetahui dan masih malu bertanya tentang kesehatan diri dan anaknya, mulai berani bertanya, sering datang membawa anaknya ke posyandu dan rajin melakukan apa yang disarankan kader-kader kesehatan.
Mauliyanti, bidan desa, mengaku, selama 10 tahun bertugas di Desa Tanjung Jati, baru beberapa tahun ini penduduk desa terketuk untuk rajin ke posyandu, baik ibu hamil, ibu yang memiliki bayi dan balita hingga lansia.
Massifnya program pemerintah yang dibantu organisasi kesehatan non pemerintah makin menguatkan para kader kesehatan untuk terus tanpa henti memberikan kesadaran yang mulai tinggi di kalangan penduduk.
Harapan terbesarnya adalah kesadaran masyarakat semakin kuat akan pentingnya peduli dini kesehatan. Apalagi, petinggi desa mendukung penguatan kesehatan yang kerap diajukan kader.
Kepala Desa Tanjung Jati, Wathan Kadarusman, begitu nama kades yang ditemui usai mengangkut persediaan barang untuk warung miliknya, ini mendukung setiap usulan dan rencana kader-kader kesehatan, terutama penambahan pos anggaran posyandu maupun program kesehatan warga lainnya.
Sejak tahun 2005 anggaran posyandu balita terus naik, dari Rp 5 juta, tahun 2016 naik menjadi Rp 8 juta dan tahun 2017 naik Rp 10 juta dan juga di tahun 2018 lalu Rp 15 juta.
Anggaran desa 50% untuk infrastruktur, terutama jalan. Sementara sisanya dialokasikan untuk dana kesehatan lingkungan, sanitasi, posyandu, kebutuhan sarana olahraga warga, maupun usulan warga yang dirembugkan dalam musyawarah desa.
Tak terasa matahari sudah hampir terbenam. Saya dan rombongan pun pamit dan kembali menuju jalan utama kembali ke penginapan. Cukup puas dengan penelusuran kami kali ini.
Satu hal yang bisa kami pelajari, bahwa saat ini masyarakat Desa Tanjung Jati sudah melek akan informasi kesehatan dan rutin datang ke pusat layanan kesehatan, baik puskesmas, polindes hingga posyandu terpadu meskipun butuh kerja keras lebih untuk menancapkan kesadaran kuat bahwa kesehatan diri dan anak penting bagi keberlangsungan generasi berikutnya.(*)