Kubu Raya, BerkatnewsTV. Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan luas wilayah terbesar keempat di Indonesia, yakni mencapai 147.307 km2 dan terdiri dari 12 kabupaten dan 2 kota.
Dengan jumlah luasan tersebut, Kalimantan Barat memiliki segudang kekayaan dimulai dari sektor sumber daya alam (SDA) yang melimpah, meliputi pertambangan (batubara, bauksit, emas, nikel).
Kemudian sektor perkebunan (sawit, karet, kelapa), perikanan (ikan arwana, nila), dan kehutanan (kayu, rotan). Selain itu, Kalbar juga kaya akan sumber daya energi terbarukan seperti tenaga air dan biomassa, serta potensi wisata alam seperti sungai-sungai besar (Sungai Kapuas), air terjun, dan hutan manggrove.
Namun sayangnya, kekayaan yang melimpah itu ternyata belum sepenuhnya dapat dinikmati masyarakat Kalbar. Terbukti masih banyaknya masyarakat Kalbar yang hidup dibawah garis kemiskinan dan kondisi infrastruktur yang masih hancur.
Baca Juga:
- Awasi Ketat Praktik Culas Industri Pertambangan
- Aturan Baru Pengusaha Tambang, Tidak Mau Ikut Angkat Kaki dari Kalbar
Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus Kurniawan menganalogikan kekayaan Kalbar yang melimpah ini bak tikus mati di lumbung padi. Kekayaan tersebut belum sepenuhnya memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Kalbar ini kaya, tapi masih seperti tikus mati di lumbung padi. Kekayaan melimpah, namun belum dirasakan maksimal oleh masyarakat,” katanya saat menghadiri pelantikan BPD HIPMI Kalbar pada Senin (24/11).
Krisantus mencontohkan kekayaan Kalimantan Barat seperti bauksit, emas, hingga pasir silika. Kekayaan tersebut dikelola hanya untuk kepentingan bisnis namun masih mengabaikan nilai-nilai sosial yang dapat mensejahterakan masyarakat.
“Kita perlu pemikiran dan solusi agar potensi yang ada benar-benar mampu memajukan daerah. Tantangannya banyak pada regulasi, maka perlu kontribusi semua pihak,” tegasnya.
Sementara itu Gemawan Kalbar menilai kelimpahan sumber daya Kalbar ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat sekitar. Kontradiksi muncul ketika aktivitas pertambangan yang dilakukan rakyat justru memicu kerusakan lingkungan, konflik lahan, hingga kriminalisasi penambang.(rob)













