Sistem Pemilu 2024 Proposional Terbuka, Tidak Medistorsi Peran Parpol

Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra yang membacakan pertimbangan Mahkamah Konstitusi terhadap putusan sistem pemilu 2024 proposional terbuka, Kamis (15/6)
Hakim Mahkamah Konstitusi RI Saldi Isra yang membacakan pertimbangan Mahkamah Konstitusi terhadap putusan sistem pemilu 2024 proposional terbuka, Kamis (15/6)

Jakarta, BerkatnewsTV. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia telah membacakan berbagai pertimbangannya untuk memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proposional terbuka.

salah satu yang menjadi pertimbangan itu adalah sistem pemilu 2024 proposional terbuka tidak mendistorsi peran parpol (partai politik) seperti yang didalilkan pemohon.

“Menurut Mahkamah sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar dalil demikian adalah sesuatu yang berlebihan,” jelas Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra saat sidang putusan sistem pemilu 20024, Kamis (15/6).

Karena sampai saat ini partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon termasuk penentuan nomor urut calon legislativ.

“Terlebih lagi fakta menunjukan sejak penyelenggaran pemilihan umum setelah prubahan UUD 1945, partai politik memiliki kewenangan untuk sewaktu-waktu melakukan evaluasi terhadap anggotanya yang duduk di DPR/DPRD melalui pergantian antar waktu (PAW) atau recall,” terangnya.

Baca Juga:

Bahkan tambah Saldi, jika diletakan dalam konteks sistem pemilu proposional dengan terbuka, tatkala terjadi PAW maka para pemilih sudah dapat mengetahui siapa pengganti DPR/DPRD setelahnya. Karena pennggantinya tetap berdasarkan suara terbanyak berikutnya yang ditentukan atas pilihan rakyat.

Sekalipun PAW tetap berdasarkan suara terbanyak, proses PAW tidak akan pernah terjadi tanpa peran partai politik. Tidak hanya proses PAW, peran sentral partai politik juga diperkuat dengan adanya pembentukan fraksi masing-masing partai politik kursi di DPR/DPRD.

“Dengan demikian peran partai politik sama sekali tidak berkurang apalagi menyebabkan hilangnya daulat partai poltik dalam kehidupan berdemokrasi,” jelasnya.

Dengan salah satu pertimbangan ini akhirnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan para pemohon seluruhnya.

“Mengadili dalam provisi menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon seluruhnya,” tegas Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi RI Anwar Usman.

Diketahui gugatan sistem Pemilu ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi RI dengan Nomor perkara 114/PUU-XX/2022 oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

Gugatan yang dilayangkan pemohon adalah pada pasal 168 ayat 2 UU Nomor 7 tahun 2017 yang menyatakan sistem pemilu untuk memilih anggota legislatif, in cassu memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/ kota dilaksanakan dengan sistem proposional dengan daftar terbuka.(tmb)