Singkawang, BerkatnewsTV. Wali kota Singkawang Tjhai Chui Mie mengakui telah memberikan keringanan pembayaran retribusi kepada PT Palapa Wahyu Group selaku pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pasir Panjang sebesar 60 persen atau Rp3,142 miliar bahkan menghapus denda administrasi 2 persen per bulan.
Pengakuan itu terungkap ketika Tjhai Chui Mie menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Pontianak pada Jumat (21/11) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian keringanan retribusi terhadap PT Palapa Wahyu Group.
Sidang yang dimulai pada pukul 9.30 wib itu dipimpin Majelis Hakim Wahyu Kusumaningrum dengan anggota Ukar Priyambodo dan Aries Saputra.
Kasus ini telah menyeret tiga orang pejabat yakni mantan Sekda Pemkot Singkawang Sumastro, mantan Kepala Bidang di Badan Keuangan Daerah Parlinggoman dan mantan Kepala Badan Keuangan Daerah, Widatoto yang telah menjadi terdakwa dan kini ditahan di Rutan Singkawang.
Di hadapan majelis hakim, Tjhai Chui Mie membeberkan kronologi dirinya membuat kebijakan untuk memberikan keringanan retribusi kepada PT Palapa Wahyu Group dengan alasan pertimbangan kondisi ekonomiyang lesu akibat pandemi covid-19 di tahun 2021.
Saat itu okupansi hotel di Pasir Panjang Indah turun hingga 80 persen, sementara pertumbuhan ekonomi Singkawang sempat berada di angka minus 0,02 persen. “Jadi ketika itu kita memikirkan jangan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan PT Palapa Wahyu Group,” jelasnya.
Apalagi, ia katakan pemerintah pusat juga telah memberikan berbagai insentif perpajakan pada masa Covid-19, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 3/PMK.03/2022, sehingga pemerintah daerah memiliki dasar memberikan relaksasi serupa melalui kewenangan otonomi daerah.
Sejak tahun 1970, PT Palapa Wahyu Group telah mengelola Pasir Panjang. Dan pada tahun 2010, ketika Wali kota Singkawang dijabat Hasan Karman telah menandatangani perjanjian Kerjasama.
Sayangnya, dalam perjanjian itu tidak mengatur tentang kewajiban retribusi bagi PT Palapa Wahyu Group. Kemudian di tahun 2015, atas permohonan Sekretaris Daerah, pemerintah kemudian memperoleh Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas Pasir Panjang.
Akan tetapi dalam perjalanannya, Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tidak ada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari HPL tersebut. Sehingga meminta Pemkot Singkawang untuk menggali potensi PAD. Berdasarkan saran BPK, Tjhai Chui Mie menerbitkan Peraturan Wali Kota Singkawang Nomor 45 Tahun 2021 tentang tata cara pemakaian kekayaan daerah dan pemungutan retribusi.
Baca Juga:
- Tjhai Chui Mie – Muhammadin Walikota dan Wako Singkawang Terpilih Janji Jaga Amanah
- Lantik Delapan Pejabat, Tjhai Chui Mie Ingatkan Kerja Tim
Mengubah Konsep Bisnis HGB di Atas HPL
Dan pada 26 Juli 2021, Pemkot Singkawang telah menerbitkan Surat ketetapan retribusi yang harus dibayar sebesar PT Palapa Wahyu Group Rp5,238 miliar. Namun, Tjhai Chui Mie mengubah konsep bisnisnya menjadi HGB kepada PT Palapa Wahyu Group pada 28 Juli 2021.
“Konsep HGB di atas HPL sebagai bentuk “sewa bisnis” yang tetap berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. Setelah masa HGB berakhir tanpa perpanjangan, tanah sepenuhnya kembali ke Pemerintah Kota Singkawang,” jelasnya.
Tjhai Chui Mie Berikan Keringanan Retribusi 60 Persen
Seiring perjalanan waktu, di tahun 2023 Direktur Utama PT Palapa Wahyu Group, Sukartadji mengajukan keberatan retribusi. Keberatan ini pun disetujui Tjhai Chui Mie dengan memberikan keringanan sebesar 60 persen atau sekitar Rp3,142 miliar bahkan menghapus denda administrasi 2 persen per bulan.
Kebijakan Tjhai Chui Mie itu lah yang akhirnya menjadi temuan kejaksaan lantaran dinilai menguntungkan sepihak PT Palapa Wahyu Group sehingga menimbulkan kerugian negara.
Padahal, saat itu Sukartadji belum melunasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Ditambah lagi sejumlah staf internal menolak rencana keringanan 60 persen sebelum BPHTB dilunasi.
“Memang ada telaah keberatan dari staf, namun persoalan tersebut tidak bisa dilihat secara parsial. Perlunya mempertimbangkan situasi krisis pada masa itu serta faktor historis penguasaan lahan Pasir Panjang Indah,” tutur Tjhai Chui Mie.
Tak sampai disitu, jaksa mencecar lagi pertanyaan alasan Tjhai Chui Mie memberikan keringanan retribusi selama 10 tahun, sementara pandemi covid-19 hanya berlangsung kurang dari lima tahun.
“Pemulihan ekonomi tidak bisa dihitung hanya berdasarkan masa pandemi, melainkan juga dampak berkepanjangan terhadap usaha pariwisata,” jawabnya.
Dalam kasus ini, jaksa telah memeriksa sebanyak 23 saksi dan tiga ahli, masing-masing ahli keuangan negara, ahli pidana, dan ahli penghitungan kerugian negara/daerah. Berdasarkan laporan hasil audit BPKP Provinsi Kalimantan Barat Nomor PE.04.03/SR/S-1569/PW14/5/2024 tanggal 24 Desember 2024 nilai kerugian negara dalam perkara itu mencapai Rp3.142.800.000.
Hormati Proses Hukum
Usai sidang kepada wartawan, Tjhai Chui Mie menegaskan komitmennya untuk menghormati dan mendukung sepenuhnya proses penegakan hukum. Kehadirannya di persidangan, merupakan bentuk tanggung jawab sebagai warga negara. Sekaligus kepala daerah yang menjunjung tinggi supremasi hukum.
“Hari ini, saya telah hadir di Pengadilan Negeri Tipikor Pontianak untuk memenuhi panggilan sebagai warga negara yang taat hukum,” ujarnya.
Kehadirannya, kata dia adalah bentuk komitmen dan dukungan penuh Pemerintah Kota Singkawang. Terhadap upaya penegakan hukum yang transparan dan berkeadilan, baik saya sebagai kepala daerah maupun sebagai pribadi.
Tjhai Chui Mie menyampaikan seluruh keterangan sesuai fakta yang ia ketahui terkait perkara HPL Pasir Panjang.
“Sebagai saksi, saya telah memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya,” tegas Wako. Hal itu sesuai fakta yang dia ketahui, tanpa ada yang ditutup-tutupi.
“Tujuannya agar perkara ini menjadi terang benderang dan keadilan dapat ditegakkan,” pungkasnya.(tmB/uck)













