Pontianak, BerkatnewsTV. Lima pemuka agama melakukan dialog untuk pererat kerukunan dan toleransi di era modern. Lima pemuka agama itu yakni dari Agama Islam, Kriten, Hindu, Budha dan Konghucu.
Dialog lintas agama ini diprakarsai oleh Prodi Studi Agama-agama (SAA) yang berlangsung di aula IAIN Pontianak, Kamis (14/11).
“Hari ini dilakukan dialog yang dihadiri dari lima pemuka agama dengan mengangkat tema resiliensi nilai keagamaan pada kearifan lokal di era modern. Yang tidak hadir hanya dari pemuka Agama Katolik karena beliau pemateri itu Pak Iswanto lagi di Belanda,” kata Ketua Umum Himpunan Mahasiswa SAA, Umam.
Ia menilai dialog antar agama ini sangat penting untuk meningkatkan dan pererat toleransi antar-bangsa dan tambahan ilmu keberagaman, terutama di era modern.
Salah satu narasumber dari Agama Konghucu, Sumadi, menyampaikan pesan bahwa sebagai manusia tidak boleh melupakan budaya lokal yang bisa berakibatkan tidak diterima masyarakat setempat.
Baca Juga:
“Kita tidak boleh melupakan atau menghilangkan budaya atau budaya lokal. Kalau kita menghilangkan agama tidak akan diterima di masyarakat tersebut,” pungkasnya.
Sumadi juga mengingatkan kepada mahasiswa bahwa setelah selesai tingkat pendidikan perguruan tinggi bisa langsung mempraktekan toleransi yang bisa temui di lingkungan masyarakat. Karena sudah mempelajari di kelas perkuliahan.
“Setelah mereka sudah tamat dari sini (IAIN), mereka bisa mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena apa? Karena mereka sudah mempelajari agama di luar muslim. Ternyata di agama lain juga ada mengajarkan tentang toleransi itu,” terangnya.
Ditambahkan Elvidius Ariwibowo salah satu peserta, menyambut positif seminar sehingga mengingatkan bahwa budaya dan agama harus selalu jalan beriringan. Sehingga menjadi hiasan dari hadirnya agama tersebut.
“Kita harus ingat bahwa kita lahir di tempat tertentu dimana di situ sudah ada budaya, maka budaya dan agama ini harus selalu jalan beriringan. Dan kalau latar belakangku sebagai seorang Katolik, budaya itu harus dikulturasikan. Tapi dengan pertimbangan – pertimbangan yang harusnya juga ketat budaya menjadi hiasan dari keberadaan agama itu sendiri,” ujarnya. (ebm)