Singkawang, BerkatnewsTV. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta kagum terhadap toleransi yang ada di Kota Singkawang.
Saat bertandang ke Singkawang pada Selasa (29/8), rombongan FKUB DKI Jakarta terkejut melihat tempat ibadah yang berdiri saling berdekatan namun tetap menjaga nilai-nilai keharmonisasi.
Ketua FKUB DKI Jakarta, Dede Rosyada menilai toleransi di Singkawang menjadi percontohan bagi daerah lain di Indonesia.
“Saya kagum lihat penerapan nilai-nilai toleransi di sini, kok bisa ada masjid, gereja dan kelenteng berdiri saling berdekatan tanpa ada konflik. Ini benar-benar hebat dan harus kami pelajari bagaimana menerapkannya di Jakarta,” ucapnya.
Pj Wali kota Singkawang, Sumastro menceritakan sejarah singkat terbentuknya toleransi di Singkawang yang diawali konflik di masa lalu. Sehingga memberi pelajaran penting kepada masyarakat untuk mementingkan persatuan dan saling menghormati satu sama lain.
Dijelaskan Sumastro, bahwa proses toleransi ini tidak terjadi serta merta seperti ini. Semua melalui proses yang sangat panjang.
Dengan diawali konflik di masa lalu yang telah memberikan pelajaran penting kepada semua pihak. Untuk menjaga persatuan dan saling menghormati, agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
“Setelah konflik itulah kami semua berbenah untuk jadi lebih baik dan lebih moderat,” terangnya.
Baca Juga;
- Menteri Agama Puji Toleransi di Singkawanghttps://berkatnewstv.com/2020/02/08/menteri-agama-puji-toleransi-di-singkawang/
- Gubernur Papua Puji Toleransi di Singkawang
Menurutnya, keberagaman adalah takdir bangsa Indonesia yang di dalamnya terkandung nilai-nilai HAM, toleransi dan Inklusifitas.
“Yang harus dirawat demi mewariskan peradaban yang jauh dari perpecahan dan permusuhan kepada anak cucu kita,” ujarnya mengingatkan.
Sumastro jelaskan upaya menanamkan nilai-nilai persatuan di Kota Singkawang maka dilakukan langkah-langkah kolaborasi kebudayaan. Ditandai dengan menggabungkan motif batik dan tarian dari tiga suku besar di Singkawang, yang dinamakan Tidayu (Tionghoa, Dayak, dan Melayu).
“Bahkan simbol-simbol tiga suku besar di Singkawang, kami gabungkan menjadi satu dalam bentuk motif batik dan koreografi yang dikenal dengan sebutan Tidayu (Tionghoa, Dayak dan Melayu),” ucapnya.
Sumastro mengakui predikat kota tertoleran telah memberi dampak positif bagi iklim investasi di Kota Singkawang. Selain itu toleransi sebagai kebutuhan kehidupan demi kejayaan Indonesia.
“Dan kami akui, branding kota Tertoleran di Indonesia telah membawa dampak positif bagi iklim investasi di Singkawang. Dan kita harus sepakat mengatakan bahwa toleransi adalah kebutuhan kehidupan demi kejayaan Indonesia selama-lamanya,” terangnya. (uck)