Pontianak, BerkatnewsTV. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak akhirnya memutuskan terdakwa Ismail dan Abdullah bebas dari tuntutan hukum seperti yang dituntut Jaksa Penuntut Umum 2 tahun 6 bulan penjara dalam kasus penggelapan uang jual beli tanah.
Keputusan itu dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Irma Wahyuningsih didampingi anggota Asih Widiastuti dan Wuryanti serta Yuni Ria Putri sebagai Panitera Pengganti pada sidang pembacaaan putusan, Senin (25/4).
“Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua membebaskan kedua terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan Penuntut Umum,” tegas Majelis Hakim.
Kemudian Majelis Hakim memerintahkan untuk memulihkan hak-hak kedua terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti semula.
“Menetapkan kedua Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan. Menetapkan barang bukti dalam berkas perkara ini, agar dikembalikan masing-masing kepada saksi Syukur dan kepada Windra Budiarjo alias Kho Weng Boe serta kepada Kantor Pertanahan Kubu Raya Pontianak melalui saksi Sukaryadi, dan membebankan biaya perkara kepada negara,” tambah Majelis Hakim.
Atas putusan itu Penasihat Hukum terdakwa Herawan Utoro menilai Majelis Hakim telah memberikan keputusan yang adil dengan melihat fakta persidangan.
“Putusan perkara ini adalah merupakan keadilan yang hidup dan merupakan justice for all. Sesuai dengan asas yang berlaku dalam praktek peradilan di Indonesia adalah tiada hukuman tanpa kesalahan,” ucapnya usai persidangan didampingi Fransiskus dan Jekson Herianto Sinaga.
Ia menilai adanya putusan dan palu keadilan dari pemeriksaan dan peradilan perkara ini telah mengoreksi dan meluruskan serta memulihkan atas ketidak adilan dari penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap kedua terdakwa.
“Sebab perkara ini sesungguhnya termasuk dalam ranah perdata bukan ranah pidana umum seperti yang didesak oleh Jaksa Penuntut Umum,” tuturnya.
Baca Juga:
Persoalan ini bermula saat 19 Mei 2016 seseorang bernama Kho Weng Boe mengajukan permohonan pemblokiran terhadap permohonan penerbitan SHM atas tanah yang dimohonkan Ismail dan Abdullah lantaran dianggap tumpang tindih dengan miliknya.
Namun selang sebulan kemudian tepatnya 13 Juni 2016 Kho Weng Boe mencabut permohonan pemblokiran tersebut. Sebab ia akui terjadi kesalahan.
Dimana sertifikat asli miliknya No.3899 dan milik Ivan Widarko No 380 telah hilang. Bahkan keduanya tidak tahu menahu batas -batas tanah milknya sendiri dan tidak pernah melakukan pengukuran ulang.
“Artinya sertifikat data fisik keduanya belum tervalidasi di Kantor Pertanahan Kubu Raya, sehingga Sertipikat pengganti tidak dapat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kubu Raya,” tambah Herawan.
Kendati begitu, anehnya Kantor Pertanahan Kubu Raya menangguhkan permohonan sertifikat Ismail dan Abdullah.
Masalah ini berdampak terhadap perjanjian jual beli antara Ismail dan Abdullah dengan Syukur selaku pembeli yang tidak mau lagi melanjutkan membeli bahkan menuding dan melaporkan kedua pemilik tanah itu melakukan penipuan.
Padahal, tanah yang dijual ke Syukur pada 28 Oktober 2014 tersebut telah diakui legalitasnya oleh Pemerintah Desa Kuala Dua bahwa merupakan warisan Alm Ibrahim Achmad, orang tua Ismail dan Abdullah.
Alm Ibrahim Achmad diketahui sebagai salah satu tokoh masyarakat setempat dan pemegang saham di PT Wana Bangun Agung (WBA) bahkan Direktur PT Hutan Raya Grup, Holding Company dari PT.WBA.
Dalam perjanjian jual beli itu, Ismail dan Abdullah masing-masing memiliki tanah seluas 50.930 m2 sehingga total lebih dari 100 ribu m2. Dengan nilai jual Rp2.121.000.000 dan telah dipanjar H Syukur sebesar Rp300 juta.
“Jadi dari berkas perkara penyidik terkait perjanjian jual beli tanah ini, sebenarnya masuk dalam ranah perdata bukan pidana seperti didesak oleh jaksa penuntut umum,” pungkasnya.(rob)