Sanggau, BerkatnewsTV. Tim Pembinaan Pembangunan, Perkebunan, Pertanian Pertambangan dan Kehutanan (TP5K) Kabupaten Sanggau mengundang pengelola loading ramp atau loading point.
Namun hingga akhir dari pertemuan belum ada titik terang atau solusi yang dihasilkan.
“Hari ini kami mengundang perwakilan loading point untuk bersama – sama mencari solusi yang terbaik antara keduanya, pihak loading point dengan pihak perusahaan perkebunan,” kata Wakil Ketua III TP5K Sanggau, Roni Fauzan ditemui usai pertemuan, Kamis (3/9) siang.
Dijelaskan Roni, pertemuan dengan pengelola loading ramp menindak lanjuti pengaduan dan penolakan dari pihak perusahaan sawit.
“Mereka (perusahaan sawit) menganggap keberadaan loding ramp ini mengganggu tata niaga perkebunan sawit yang sudah diatur Pergub Kalbar Nomor 63 tahun 2018 tentang petunjuk pelaksanaan penetapan indeks K dan harga pembelian TBS sawit,” katanya.
Namun disebutkan Roni, di lain sisi banyak petani yang menggantungkan hasil TBS sawitnya kepada loading ramp ini.
“Maka kita cari solusi bersamalah. Inikan ada laporan dari perusahaan, kami menindaklanjutinya. Penertiban itu solusi terakhirlah, win-win solution dulu yang kita cari,” tambahnya.
Baca Juga:
Sementara itu para pengelola loading ramp beranggapan keberadaanya memiliki nilai manfaat untuk petani sawit khususnya petani mandiri.
“Keberadaan loading ramp atau loading point ini diantaranya petani yang hasil panennya 500 Kg – 1 ton tidak perlu biaya besar karena loading ramp lebih dekat,” ungkap salah satu
Pengelola Loading Ramp/Point Koperasi Sawit Sejahtera Mandiri Desa Binjai Kecamatan Tayan Hulu, Andi Putra Damenta.
Bahkan petani sawit yang memiliki panen BJR 3 – 6 Kg yang selama ini ditolak perusahaan bisa dijual di loading ramp dengan harga yang pantas.
Ketiga, keberadaan loading point, banyak ekonomi masyarakat yang mulai membaik.
“Saya pernah menanyakan ini dengan CU, kata mereka, semenjak adanya loading ramp atau loading point, banyak angsuran masyarakat sudah mulai lunas dan tidak ada aset yang disita,” bebernya.
Disamping itu sambung Roni, loading point ini juga melibatkan banyak tenaga kerja. Contoh loading pointnya tersebar di beberapa tempat dengan merekruet pekerja 300 orang lebih, termasuk tenaga kerja hasil PHK sejumlah perusahaan yang tutup dan takeover.
“Jadi kalau memang kami dianggap tidak mengantongi izin, lantas izin seperti apa yang harus kami kantongi dan prosedur seperti apa yang harus kami lakukan supaya kami legal dan bisa memberikan kontribusi pajak daerah,” tanyanya.(pek)