Karyawan PT SISU II Tuntut Pembayaran

Tungkat Temenggung Desa Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam bersama perwakilan KHL PT SISU II saat menceritakan persoalan
Tungkat Temenggung Desa Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam bersama perwakilan KHL PT SISU II saat menceritakan persoalan. Foto: Pek

Sanggau, BerkatnewsTV. Sebanyak 43 perwakilan Karyawan Harian Lepas (KHL) PT SISU II di Lubuk Sabuk, Desa Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam kembali mendatangi Disnakertrans Sanggau, Senin (15/6) siang.

Kedatangan mereka guna mempertanyakan tindaklanjut permasalahan yang mereka hadapi dengan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta tersebut.

Tungkat Temenggung Desa Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam, Tiotinus Suding yang mendampingi para karyawan harian lepas ini mengatakan, permasalahan yang dihadapi karyawan harian lepas PT SISU II sudah disampaikan secara tertulis ke Disnakertrans pada 7 Juni 2020 lalu.

“Dan hari ini untuk kedua kalinya saya bersama perwakilan karyawan harian lepas mendatangi Disnakertrans untuk menindaklanjuti permasalahan yang telah disampaikan sebelumnya,” ujar Suding.

Menurut dia, persoalan tersebut berawal dari upah karyawan harian lepas yang akan dibayarkan pihak PT SISU II tidak sesuai kesepakatan awal, yaitu Rp100.612 per HK.

“Untuk periode 21 April-20 Mei 2020 yang kerja full jumlah HK 12 hari dalam satu bulan. Tetapi upah yang akan dibayarkan pihak perusahaan untuk 12 HK itu hanya sebesar Rp428.000,” ungkap Suding.

Merasa haknya tidak dipenuhi, karyawan harian lepas kemudian melakukan pemagaran kantor perusahaan. Setelah itu mereka dipanggil perusahaan yang siap untuk membayar full 1 HK tanpa proporsi asalkan bertanda tangan di surat pernyataan.

Surat pernyataan yang disodorkan pihak perusahaan itu, ditolak karyawan harian lepas. untuk mencari keadilan, kemudian pada tanggal 7 Juni 2020, karyawan harian lepas mendatangi Disnakertrans.

Baca Juga:

“Pada saat pertemuan itu, pihak Disnakertrans akan menentukan hari pertemuan antara karyawan karian lepas dengan pihak perusahaan. Namun pertemuan belum digelar, pihak perusahaan malah mengirim surat yang ditujukan kepada Emilia Juidah dan Supina,” beber Suding.

Ia menyebut, surat itu berisikan permintaan agar mesin finger print yang ditahan segera dikembalikan ke pihak perusahaan.

Dalam surat itu ada ancaman akan dibawa ke jalur hukum jika mesin finger print yang dipegang kedua karyawan harian lepas tersebut tidak dikembalikan.

Seakan-akan, penahanan finger print ini dilakukan ibu berdua ini. Padahal penahanan ini kesepakatan 43 karyawan. Dan ini dikembalikan sampai ada tindaklanjut dari upah karyawan dibayarkan sesuai kesepakatan awal, tanpa syarat penandatanganan surat pernyataan.

Ia menambahkan, persoalan lain yang menjadi tuntutan karyawan harian lepas ini adalah HK dalam satu bulan hanya 12 hari. Kemudian setiap kali menerima upah, ada pemotongan Jamsostek.

“Dipotong untuk jamsostek tapi kartu jamsosteknya tidak ada. selain itu, masalah jemputan karyawan, ibu hamil setelah melahirkan tidak dipekerjakan lagi dan ketika kecelakaan kerja saat jam kerja tidak ditanggung pihak perusahaan,” beber Suding. (pek)