Pontianak, BerkatnewsTV. Kasus korupsi dana bansos KONI Kalbar dan bantuan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (Untan) tahun anggaran 2006 – 2008 terkuak hasil dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap keuangan Pemprov Kalbar yang menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp20 miliar dari kedua alokasi anggaran tersebut.
Masing-masing untuk bansos KONI Kalbar sebesar Rp15.242.552.838 dan Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan sebesar Rp5.000.000.000.
Namun, pemeriksaan mulai bergulir di tahun 2012 silam oleh Polda Kalbar. Belasan orang saksi saat itu menjalani pemeriksaan termasuk diantaranya mantan Gubernur Kalbar almarhum Usman Djafar dan mantan Ketua DPRD Kalbar Zulfadhli.
Saat diperiksa Polda Kalbar, Usman Djafar dan Zulfadhli berstatus sebagai anggota DPR RI dapil Kalbar masing-masing dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar.
Di tahun 2014 – 2015, akhirnya Polda Kalbar menetapkan enam orang tersangka atas kasus ini. Kasusnya pun dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pontianak. Empat diantaranya telah menjalani hukuman penjara. Sedangkan Usman Djafar meninggalkan. Tahun 2016, berkas Zulfadhli dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pontianak.
Tepat tanggal 13 April 2017, majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak telah memvonis Zulfadhli 1 (satu) tahun penjara dengan denda Rp100 juta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Zulfadhli sama-sama mengajukan banding atas putusan pengadilan negeri. Diluar perkiraan, ternyata pada hari Kamis tanggal 22 Juni 2017, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding yang diketuai Yulman SH menguatkan putusan pengadilan negeri tersebut.
Tidak puas dengan putusan itu, Zulfadhli kembali menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Bak disambar petir, Zulfadhli tak menyangka ternyata pada hari Senin tanggal 7 Mei 2018, Ketua Majelis Hakim Artidjo Alkostar dengan anggota Abdul Latif, MS Lumme dan panitera pengganti Dwi Sugiarto menambah hukuman 8 (delapan) tahun penjara.
Vonis itu tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 652 K/Pid.Sus/2018 yang menyatakan Ir. H Zulfadhli, MM terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
“Menyatakan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun dan pidana denda sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” demikian bunyi putusan tersebut yang diperoleh BerkatnewsTV.com.
Selain itu Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Zulfadhli harus membayar uang pengganti sebesar Rp11.225.000.000 dikompensasikan dengan uang yang dikembalikan kepada penyidik sebesar Rp 8.250.000.000.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang jaksa untuk menutupi uang pengganti.
Namun dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Dalam putusan itu, hakim juga memerintahkan agar terdakwa ditahan.
Akan tetapi satu tahun Zulfadhli tidak menjalankan putusan Mahkamah Agung. Keberadaannya tidak diketahui. Terpaksa Kejari Pontianak menetapkannya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Hingga akhirnya, eksekusi penjara terhadap Zulfadhli baru dapat terlaksanakan pada Rabu tanggal 19 Juni 2019 di Lapas Klas II A Pontianak setelah Tim Pidsus dan Intelijen Kejari Pontianak diback Polda Metro Jaya serta Kejari Jakarta Barat menangkapnya di rumahnya sendiri yang terletak di Komplek Raffles Hills Blok O3 Nomor 16 Tapos Depok Provinsi Jawa Barat.(rob)