Sanggau, BerkatnewsTV. Kepala Dinas Kesehatan Sanggau dr. Jones Siagian, M. Qih mengklaim berhasil menekan angka kematian ibu bersalin dan bayi di daerahnya.
Keberhasilan itu tidak terlepas dari capaian program Kecamatan Sayang Ibu (KSI) yang sudah sejak lama digulirkan pemerintah.
“Tahun 2017, AKI (angka kematian ibu) di Sanggau berjumlah 15 orang dan AKB (angka kematian bayi) berjumlah 62 orang. Sedangkan tahun 2018, terjadi penurunan yakni AKI berjumlah 8 orang dan AKB berjumlah 53 orang,” kata Jones Siagian, Rabu (27/2).
Untuk menekan angka kematian ibu dan bayi, Jones mengakui akan terus melakukan sosialisasi KSI. Seperti yang dilakukan di Kecamatan Kembayan, Rabu (27/2).
“Jadi itulah tadi (kemarin, red) yang disosialisasikan, yang dipimpin langsung Pak Wakil Bupati. Sosialisasi ini untuk memastikan bahwa kita satu pemahaman. Supaya Sanggau sehat, kecamatan semua sehat, maka angka kematian ibu bersalin dan kematian bayi, termasuk menurunkan angka stunting (anak bertubuh pendek) itu bisa kita wujudkan,” terang Jones.
Ia menjelaskan, KSI ini fokus pada upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi, termasuk penanggulangan stunting.
“Ini sebenarnya program sudah lama, program pemerintah pusat. Tetapi sinkron lah dengan program kita, sesuai salah satu seven brand images pak Bupati yaitu Sanggau sehat. Salah satu upaya kita mewujudkan Sanggau sehat, maka angka kematian ibu bersalin dan angka kematian bayi harus ditekan sekecil mungkin,” ujarnya.
Untuk menekan angka dua kasus tersebut, lanjut Jones, tidak akan mungkin bisa diwujudkan jika hanya dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, dibutuhkan partisipasi seluruh elemen, baik unsur pemerintah, swasta dan masyarakat.
“Kalau hanya pemerintah saja yang mengerjakannya, itu tidak mungkin. Maka harus ada partisipasi masyarakat melalui gerakan sayang ibu yang dipayungi oleh suatu kegiatan yang dikenal dengan KSI ini tadi,” imbuhnya.
Bentuk dari keterlibatan masyarakat itu, lanjut Jones, misalnya ada ambulance desa, harus ada gerakan suami siaga. Kemudian terkait dengan stunting itu harus ada kerja sama dengan pihak sekolah.
Ambulance desa itu disiapkan masyarakat. Namun bukan berarti ambulance seperti yang dimiliki rumah sakit atau Puskesmas.
“Misalnya ada mobil di desa, punya warga. Itulah mereka sepakati kalau ada keperluan membawa ibu hamil atau bayi yang sakit, mereka sudah sepakat pakai mobil yang sudah disepakati itu. Jadi bukan pemerintah yang mengadakan, begitu juga dengan biaya operasional berasal dari masyarakat sebagai bentuk partisipasi masyarakat terhadap program ini,” kata Jones.(dra)