Kapuas Hulu, BerkatnewsTV. Proyek pelebaran jalan yang dilakukan oleh pemerintah pusat di Kecamatan Badau dipastikan terhambat.
Pasalnya masih ada 14 warga perbatasan yang bersikeras tetap menolak lahannya diambil oleh pemerintah dikarenakan ganti rugi dianggap tak layak dan tak sesuai.
Dari 14 warga ini pun mengaku siap mempertaruhkan nyawanya untuk mempertahankan hak mereka.
“Dari pemerintah menaksir harga tanah kami disini hanya Rp150 per meter, sementara dari bank saja menaksirnya Rp3 juta per meter. Karena tempat kami ini merupakan pusat jantungnya Nanga Badau,” kata Dewit Chin salah satu warga, Minggu (5/8).
Chin mengatakan, tanah miliknya yang terkena pelebaran jalan yakni panjang 92×35 meter, pemerintah hanya berani membayarnya sebesar Rp2,2 M, sementara dari hitungan yang semestinya itu Rp8 miliar.
Chin mengaku tidak mau melakukan perlawanan hingga ke pengadilan, namun hanya ingin sesuai kesepakatan awal dari pemerintah.
Pemilik tanah lainnya yakni Yulizar Rizaldi mengungkapkan, tanahnya yang terkena pelebaran jalan sendiri sekitar 8,5 x15 meter, ditanah tersebut ada bangunan ruko tingkat dua. Dirinya pun tidak setuju dengan ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.
“Lahan saya ditawar Rp160 juta, mana saya mau. Saya ingin tahu rincian sebenarnya berapa harga tanah dan bangunan saya itu. Soalnya saya hanya tahu tanah dan bangunan saya secara umum dapat ganti ruginya Rp160 juta,” jelasnya.
Yulizar mengaku, dirinya bukan menolak program pemerintah, hanya saja dari pemerintah harus memberikan ganti rugi yang sesuai.
“Bahkan ganti rugi ini, saya nilai pemerintah pilih kasih, karena ada tanah milik warga lainnya yang hanya 28 meter diganti Rp200 juta lebih, sementara tanah saya yang totalnya 97 meter hanya mau diganti Rp160 juta,” ungkapnya.
Penegasan datang dari Yusran yang menyatakan siap mempertaruhkan nyawanya jika pemerintah tetap memaksa mengambil lahannya.
Tanah miliknya sendiri ada 35 meter, semuanya dipastikan habis terkena pelebaran jalan, sementara pemerintah hanya berani membayar Rp1,2 miliar.
Menurutnya harga sebesar itu sangat tidak sesuai jika dilihat dari lokasi dan jumlah bangunan yang ada.
“Saya memiliki 11 pintu bangunan tingkat dua, kami ini merasa dikuras pemerintah,” ucapnya.
Lanjut Yusran, dirinya akan melepaskan lahannya, jika pemerintah membayarnya sesuai dengan harga tanah sekarang.
“Disini itu harga tanahnya permeter Rp3 juta, sementara pemerintah hanya berani bayar Rp150 ribu permeter. Jelas kami menolak,” jelasnya.
Ditambahkan pemilik tanah lainnya yakni Surjisman mengaku, memiliki bangunan ruko dua unit yang nilainya mencapai Rp800 juta, harga ini belum termasuk tanah.
“Saya mau dikasi ganti rugi hanya Rp400 juta, sementara saya bangun ruko ini saja untuk upahnya sudah Rp350 juta. Mana saya mau, rugi separuh saya. Ini belum masuk harga tanah,” jelasnya.
Untuk itu ia pun mengaku akan tetap bertahan dan akan melawan pemerintah apapun yang terjadi, sekalipun nyawa yang menjadi taruhannya.
“Kami tak akan menyerah, kecuali ada nego baru dari pemerintah. Kami ini merasa dibohongi pemerintah,” pungkasnya.(rel)