Pontianak, BerkatnewsTV. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kembali direvisi dan berlaku di awal 2026. KUHP yang biasanya mengatur sanksi penjara atau kurungan si pelaku, kali ini lebih mengedepankan humanis, efektif, dan berorientasi pada pemulihan sosial.
Namun kejahatan pidana yang bernilai berat masih tetap akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pasal-pasal yang ada di KUHP Nasional Nomor 1 tahun 2023.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar, Emilwan Ridwan menjelaskan Pidana Kerja Sosial adalah wujud reformasi pemidanaan yang dimana akan memberlakukan KUHP Nasional karya anak bangsa sendiri yang menegaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan salah satu bentuk terobosan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia yang menekankan aspek keadilan restoratif.
“Pidana kerja sosial menjadi pilihan pemidanaan yang lebih berorientasi pada pemulihan moral dan sosial pelaku, sekaligus mengurangi dampak negatif hukuman penjara jangka pendek. Melalui kerja sama ini, Kejaksaan ingin memastikan implementasi pidana kerja sosial berjalan lebih terstruktur, terukur, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya saat penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Penerapan Pidana Kerja Sosial bagi Pelaku Tindak Pidana di Kantor Kejati Kalbar, Kamis (4/12).
Selain itu, Kajati juga menyampaikan apresiasi kepada Pemprov Kalbar yang telah membuka ruang kerja sama lintas sektor, termasuk penyediaan lokasi, mekanisme pengawasan, dan dukungan teknis bagi pelaksanaan pidana kerja sosial.
Sementara Gubernur Kalbar Ria Norsan, menyatakan pihaknya siap mendukung penuh program ini sebagai bagian dari penguatan layanan publik dan peningkatan tata kelola pemerintahan daerah.
Baca Juga:
- Ikadin Kalbar Tingkatkan Wawasan Advokat Menyongsong KUHP dan KUHAP Baru
- Demo DPRD Kalbar, Mahasiswa Desak Rancangan UU KUHP Ditunda
“Pidana kerja sosial bukan hanya memberikan efek edukatif bagi pelaku tindak pidana, tetapi juga berkontribusi positif terhadap lingkungan dan pelayanan sosial masyarakat. Kami menyambut baik kolaborasi ini dan akan memastikan setiap OPD terkait dapat berperan aktif,” tegas Norsan.
Bupati Kubu Raya Sujiwo, mengapresiasi terobosan dari Kejagung ini, memilih tindak pidana ringan yang dapat sanksi sosial. Kendatipun, sanksi sosial mereka yang bertikai atau bermasalah juga harus menempuh prosedur-prosedur hukum sehingga disepakatilah restorice justice.
“Jadi bukan pidana, tetapi tindakan yang bersifat sosial, seperti pelaku disanksi menjadi marbot masjid, atau yang punya bakat mekanik bekerja sosial dibengkel didiklat bengkel BLKI, artinya bersifat sosial,” ucapnya.
Menurut Sujiwo langkah ini sejalan dengan sering adanya overload tahanan di Lapas, dengan seperti ini tentunya akan mengurangi beban negara. Tetapi walaupun sanksi berubah menjadi sosial, status kejahatan yang dilakukan bukan semata-mata hilang, hanya saja efek jera akan timbul ketika sanksi ini melekat pada si pelaku.
“Dan saya sebagai kepala daerah akan bangun kerjasama ini dan kita akan implementasikan semaksimal mungkin bersama Pak Kajari,” imbuhnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, Pemprov Kalbar akan menyediakan unit-unit kerja, fasilitas publik, dan lokasi strategis yang dapat menjadi tempat pelaksanaan pidana kerja sosial, serta melakukan koordinasi teknis agar pelaksanaan berjalan tertib dan sesuai ketentuan.
Penyediaan tempat pelaksanaan pidana kerja sosial pada dinas/OPD di lingkungan Pemprov Kalbar, Mekanisme pengawasan terpadu antara Jaksa, OPD, dan petugas pendamping, Penyusunan SOP teknis untuk penerapan pidana kerja sosial yang adaptif terhadap kondisi daerah, kedepan juga ada pelatihan bagi aparat penegak hukum dan petugas OPD terkait serta pelaporan dan evaluasi berkala pelaksanaan pidana kerja sosial ini. (dian)













