BerkatnewsTV. Setiap tahun, masyarakat Tionghoa di seluruh dunia menantikan Festival Kue Bulan atau Mid-Autumn Festival. Mereka merayakannya pada tanggal 15 bulan kedelapan dalam penanggalan lunar, saat bulan tampak paling bulat dan paling terang. Lebih dari sekadar pesta makanan, festival ini mencerminkan persatuan, rasa syukur dan keharmonisan keluarga.
Asal-Usul Festival
Menurut legenda, festival ini muncul dari kisah cinta Chang’e dan Hou Yi. Dahulu, Hou Yi menembakkan panah ke sembilan matahari untuk menyelamatkan dunia dari panas yang membakar bumi. Namun, setelah istrinya Chang’e meminum ramuan keabadian, ia terbang menuju bulan dan tinggal di sana selamanya. Sejak itu, masyarakat merayakan malam bulan purnama untuk mengenang kisah mereka.
Selain kisah legenda, festival ini juga berakar dari tradisi agraris. Pada masa lalu, masyarakat mengadakan perayaan panen musim gugur sambil berterima kasih kepada langit atas hasil bumi yang melimpah. Oleh karena itu, mereka menganggap bulan purnama sebagai simbol keberuntungan dan kesejahteraan.
Tradisi dan Simbol Perayaan
Selama festival berlangsung, keluarga berkumpul di bawah sinar bulan sambil menikmati kue bulan atau mooncake. Mereka memilih berbagai rasa, seperti pasta kacang merah, biji teratai atau kuning telur asin yang menggambarkan keutuhan.
Selain menikmati kue, masyarakat menyalakan lentera warna-warni yang melambangkan harapan dan doa. Anak-anak membawa lentera berbentuk kelinci, ikan, atau naga. Sementara itu, orang dewasa berbincang santai sambil menyeruput teh hangat. Dengan begitu, malam terasa damai, hangat dan penuh kebersamaan.
Di berbagai daerah, komunitas mengadakan pertunjukan barongsai, tarian rakyat serta acara doa bersama. Semua kegiatan tersebut menciptakan harmoni antara manusia, alam dan nilai spiritual.
Festival di Berbagai Negara
Walaupun berasal dari Tiongkok, Festival Kue Bulan kini hadir di banyak negara Asia Timur dan Tenggara. Di Vietnam, masyarakat mengenalnya sebagai Tết Trung Thu dan menjadikannya sebagai pesta untuk anak-anak. Mereka memberi hadiah lentera dan permen agar anak-anak merasa bahagia.
Sementara di Malaysia dan Singapura, komunitas Tionghoa menjadikan festival ini sebagai ajang sosial lintas budaya. Mereka mengadakan bazar makanan, pertunjukan musik, serta lomba lentera. Di Indonesia, khususnya di komunitas Tionghoa, keluarga berkumpul untuk berbagi kue bulan dan berdoa bersama demi kesejahteraan.
Dengan begitu, tradisi ini tidak hanya mempererat hubungan keluarga, tetapi juga memperkuat solidaritas antarwarga.
Makna Filosofis di Balik Kue Bulan
Kue bulan tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menyimpan makna simbolis yang mendalam. Bentuknya yang bulat menggambarkan keutuhan keluarga, sedangkan rasanya yang manis mencerminkan doa agar hidup selalu penuh berkah.
Selain itu, festival ini mengajarkan manusia untuk menyeimbangkan kerja keras dan rasa syukur. Setelah melalui masa panen, masyarakat berhenti sejenak untuk menikmati hasil usaha serta waktu bersama orang tercinta.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, Festival Kue Bulan menghadirkan keindahan budaya dan nilai-nilai luhur. Melalui perayaan ini, masyarakat belajar menghargai sejarah, mempererat hubungan keluarga, serta menumbuhkan rasa syukur kepada alam.














