Jakarta, BerkatnewsTV. Untuk pertama kalinya, Tarian Kabasaran Suku Minahasa dari Sulawesi Utara mendapat kehormatan untuk tampil di Istana Negara memeriahkan peringatan HUT ke-80 Repubik Indonesia.
Tarian perang tradisional Suku Minahasa ini dibawakan sebanyak 200 orang saat upacara penurunan bendera merah putih, Minggu (17/8/2025). Mereka menampilkan gerakan yang gagah, tegas, dan penuh wibawa, menghadirkan energi budaya yang membahana di jantung ibu kota negara.
“Mereka menampilkan Tari Kawasaran Sumiri Tona’as Wangko Umbanua. Kita patut berbangga Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) bisa memberikan kontribusi dan kolaborasi di peringatan 80 tahun Indonesia merdeka,” kata Ketua Umum DPP Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK), Angelica Tengker.
Tari Kabasaran: Dari Leluhur ke Istana Negara
Dengan judul “Kawasaran Sumiri Tona’as Wangko Um Banua,” para penari menampilkan bagaimana Waraney Minahasa bertempur dengan gagah. Koreografi berdasarkan adat budaya Minahasa dari Tim Kesenian KKK dengan sentuhan koreografi kontemporer dari Eko Supriyanto menghasilkan sebuah tontonan spektakuler yang menggetarkan.
Kabasaran bukan sekadar tarian. Ia adalah simbol keberanian, kehormatan, dan kesiapsiagaan menjaga tanah leluhur. Dalam sejarahnya, para penari Kabasaran adalah prajurit penjaga kampung, yang siap mempertaruhkan jiwa raga demi rakyat. Kini, di panggung kenegaraan, tarian ini menggaungkan pesan kebangsaan: menjaga Indonesia adalah tanggung jawab bersama seluruh anak bangsa.
Baca Juga:
- Kerukunan Keluarga Kawanua Partisipasi di Gemilang Budaya Kalbar
- Angelica Tengker Menjadi Ketum KKK, Kawanua Diminta Bangun Daerah
Kehadiran dua ratus penari di Istana Merdeka bukan semata hiburan, melainkan pernyataan identitas bahwa budaya Indonesia sanggup berdiri sejajar dengan modernitas, menjadi kekuatan pemersatu, dan memperkuat karakter kebangsaan. Setiap hentakan kaki, setiap ayunan tombak, dan setiap sorot mata penari adalah bahasa visual yang berkata: “Kami hadir untuk Indonesia, dengan keberanian dan persatuan”
Barisan Kabasaran ini dipimpin langsung oleh Brigjen Pol. Chris Pusung sebagai pemimpin pasukan. Sementara para penari berasal dari berbagai unsur Kawanua: Pengurus DPP KKK, Generasi Muda Kawanua, serta sejumlah sanggar seni keluarga besar Kawanua. Kolaborasi ini menjadi bukti nyata bahwa budaya mampu menyatukan lintas generasi. Tari Kabasaran pun tampil dengan penuh khidmat dan kemegahan dalam Upacara Penurunan Bendera sore hari di Istana Negara.
Filosofi Kawanua: Menjaga Akar, Menatap Masa Depan
Filosofi Sitou Timou Tumou Tou — manusia hidup untuk memanusiakan manusia — menjadi kompas moral yang menuntun langkah Kawanua. Sementara Mapalus atau gotong royong adalah napas kebersamaan yang membuat komunitas ini mampu berperan aktif di tingkat lokal, nasional, hingga internasional.
Di usia 80 tahun kemerdekaan, Indonesia bukan lagi bangsa yang mencari bentuk, tetapi bangsa yang memperkuat kualitasnya. Di titik inilah Kawanua menunjukkan jati dirinya: menjadi bagian dari solusi, menjaga akar budaya sambil menatap masa depan, bekerja sama lintas etnis dan daerah, serta tetap setia pada merah putih.(tmB)