Jakarta, BerkatnewsTV. Simpang siur informasi tentang kewenangan lembaga yang mengeluarkan sertifikasi kompetensi wartawan akhirnya menemui titik terang.
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) RI telah menegaskan bahwa yang berhak melakukan sertifikasi wartawan hanya lah Dewan Pers.
Ketua Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Pers Dewan Pers Paulus Tri Agung Kristanto mengatakan Dirjen IKP Kominfo meluruskan dan mengembalikan pada UU Pers, bagaimana seharusnya kehidupan pers dikelola.
“Dirjen IKP menegaskan keberadaan dan fungsi Dewan Pers adalah amanat UU,” tegas Paulus dihubungi BerkatnewsTV.com, Senin (27/6).
Ia sebutkan, kewenangan Dewan Pers melakukan sertifikasi kompetensi wartawan berlandaskan pada UU Pers, khususnya pasal 15 ayat 2 huruf f.
Selain dari UU Pers, mandat Dewan Pers yang paling kuat adalah datang dari masyarakat pers nasional melalui Deklarasi Palembang, sejarah baru bagi dunia pers Indonesia yang tidak terlupakan.
“Dewan Pers memfasilitasi organisasi pers, dan ini terjadi tahun 2010 saat lahir Deklarasi Palembang yang diprakarsai PWI serta diikuti berbagai organisasi pers,” ungkapnya.
Ia jelaskan sertifikasi kompetensi wartawan yang menjadi isu sentral Deklarasi Palembang 2010, adalah gagasan awal dari PWI lalu meningkat menjadi kehendak masyarakat pers, kemudian diberlakukan secara formal oleh Dewan Pers.
“Arsiteknya, salah satu kawan kita juga, Wina Armada. Dan salah satu penandatangan deklarasi itu adalah pak Ilham Bintang,” bebernya.
Paulus berharap jangan ada organisasi yang lahir belakangan atau seseorang yang berusaha di bidang media, sesudah UU Pers dan Deklarasi Palembang, lalu mau mengatur dan merombak kesepakatan sebelumnya atas kemauannya sendiri.
“Mari kita sama-sama hormati dan laksanakan perintah UU Pers dan kesepakatan masyarakat/organisasi pers nasional tahun 2010,” ajaknya.
Baca Juga:
- Dewan Pers Apresiasi Pejabat Publik Dukung Profesionalisme Pers
- Dewan Pers Gelar Sertifikasi Wartawan Bulan Mei
Paulu mencontohkan organisasi pers yang telah tunduk pada kesepakatan dan UU Pers adalah Harian Kompas sudah melaksanakan uji kompetensi wartawannya sejak tahun 1998/1999.
Jenjang kompetensi wartawan kompas ada tujuh: wartawan mula, muda, madya, dan utama serta redaktur muda, madya, dan utama.
Dewan Pers dan masyarakat pers saat menyusun standar kompetensi wartawan pun menjadikan jenjang kompetensi wartawan Harian Kompas sebagai rujukan.
Namun, setelah Dewan Pers dan masyarakat Pers, melalui Deklarasi Palembang, menyepakati model penjenjangan dan uji kompetensi, Kompas pun menghormati dan patuh
Karena memang Dewan Pers yang diberi mandat oleh UU Pers. Wartawan kompas kini diuji oleh Kompas sebagai lembaga uji yg diakui Dewan Pers dan sertifikasinya dikeluarkan oleh Dewan Pers.
Sertifikasi wartawan disebutkan Paulus bertujuan untuk meningkatkan kualitas kemerdekaan pers di negeri ini dan peningkatan profesi wartawan.
Tentu, konsennya bukan hanya pada keberlanjutan ujian kompetensi itu tetapi terutama kualitasnya harga mati untuk terus ditingkatkan.
Sementara itu Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Kementerian Komunikasi dan Informasi, Usman Kansong, mengambil sikap tegas atas kekisruhan dan viralnya berita uji kompetensi wartawan yang dilakukan pihak lain.
Ia menyatakan tidak pernah memberi izin atau rekomendasi pada lembaga lain untuk melakukan sertifikasi pada insan pers.
“Hanya Dewan Pers satu-satunya lembaga yang berhak melakukan sertifikasi wartawan. Tidak ada lembaga lain lagi,” ujar Usman dalam audiensi dengan Dewan Pers, Senin (20/6), di Tangerang Selatan, Banten.
Dari Dewan Pers hadir Prof Azyumardi Azra (ketua), M Agung Dharmajaya (wakil ketua), Arif Zulkifli (anggota), Ninik Rahayu (anggota), Yadi Hendriana (anggota) dan Paulus Tri Agung Kristanto (anggota).
Usman menambahkan, jika memang Kominfo mengeluarkan surat izin atau rekomendasi pada lembaga lain untuk melakukan sertifikasi wartawan, maka ia meminta agar rekomendasi/izin tersebut dicabut. Ia akan melaporkan kasus ini pada Menteri Kominfo, Johnny G Plate.
“Ada yang bertanya pada saya, mengapa Kominfo justru tidak mendukung Dewan Pers. Saya justru heran kalau ada yang meragukan komitmen saya untuk mendukung Dewan Pers,” ungkap Usman yang juga lama menjadi wartawan tersebut.
Kasus ini bermula ketika LSP Pers Indonesia mengadakan uji kompetensi dan sertifikasi wartawan. Usman mengaku telah mendapat flyer (semacam brosur) uji kompetensi wartawan oleh LSP Pers Indonesia.
Ia lalu menanyakan ke beberapa pihak keabsahan uji kompetensi itu dan banyak yang menyarankan agar tak menanggapi kegiatan lembaga itu.
Balitbang Sumber Daya Manusia Kominfo Heldi Idris dan Plt Kepala Puslitbang Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kemenkominfo, Said Mirza Pahlevi, menyatakan bahwa lembaganya memang pernah memberikan rekomendasi pada salah satu lembaga sertifikasi untuk mengadakan pelatihan, namun rekomendasi itu bukan untuk uji sertifikasi wartawan.
“Dalam pertemuan Ketua Dewan Pers Mohamad Nuh beserta jajaran Dewan Pers dan Kepala BNSP Kunjung Masehat pada tahun 2021, Pak Kunjung mengatakan bahwa BNSP tidak akan mengeluarkan sertifikat lembaga uji tanpa rekomendasi dari Dewan Pers. Ternyata BNSP menetapkan satu lembaga uji sertifikasi jurnalistik. Itu melanggar kesepakatan yang disampaikan. Dewan Pers (periode 2022-2025) harus mengusulkan agar penetapan itu dicabut,” tutur Hendry Ch Bangun, mantan wakil ketua Dewan Pers yang juga ikut dalam pertemuan tersebut.
M Agung Dharmajaya dan Hendry sempat menanyakan surat asli rekomendasi dari Kemenkominfo tersebut agar bisa dilihat isinya sehingga dapat diketahui letak kekeliruannya. Dirjen IKP berjanji akan mengecek langsung redaksi surat rekomendasi tersebut dan menyampaikan ke Dewan Pers.(tmB/rls)