Jaksa Restorative Justice Penganiayaan Raja Sanggau. Pelaku Minta Maaf dan Dihadiah Alat Salat

Pelaku penganiaya Raja Sanggau meminta maaf setelah Kejari Sanggau melakukan restorative justice atau penghentian penuntutan.
Pelaku penganiaya Raja Sanggau meminta maaf setelah Kejari Sanggau melakukan restorative justice atau penghentian penuntutan. Foto: pek

Sanggau, BerkatnewsTV. Kejaksaan Negeri Sanggau melakukan restorative justice atau penghentian penuntutan atas kasus penganiyaan yang dilakukan Juanda Eko Pranata terhadap Pangeran Ratu Surya Negara Sanggau, H. Gusti Arman.

Penghentian penuntutan digelar di kantor Kejaksaan Negeri Sanggau, Kamis (24/2) siang yang dihadiri kedua belah pihak.

Usai kasusnya dihentikan, tanpa mengucapkan satu patah katapun, Juanda Eko Pranata langsung bersimpuh dihadapan Pangeran Ratu Istana Surya Negara H Gusti Arman yang menjadi korban penganiayaannya.

Raja Sanggau bahkan sempat menghadiahi Eko dengan seperangkat alat salat.

Dengan diserahkannya seperangkat alat sholat tersebut, Raja Sanggau berharap agar Eko selalu mengingat Tuhan dengan menjaga salat dan ibadah lainnya.

“Saya selaku korban ikhlas memaafkan Eko. Saya membuat laporan ke polisi sebenarnya hanya ingin membuat pelajaran supaya ada efek jera sehingga tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini karena saya sebelumnya tidak pernah ada masalah dengan siapapun,” kata Pangeran Ratu Istana Surya Negara H Gusti Arman.

Ia berharap kedepan Eko bisa berubah, memjadi manusia yang punya adab, punya adat dan punya rasa terhadap sesama.

Usai bersujud dihadapan Gusti Arman, Eko langsung bersimpuh dihadapan ibunya untuk meminta maaf. Kejadian ini tentu saja membuat haru suasana restorative justice yang sedang berlangsung.

Baca Juga:

Sementara itu Kepala Kajari Sanggau, Tengku Firdaus menyampaikan, restorative justice merupakan program Kejaksaan Agung RI disebabkan keprihatinan pimpinan atas tingginya volume penanganan perkara yang seyogyanya bisa selesai di luar pengadilan.

Disamping itu tingginya hunian rumah tahanan yang sudah over load kapasitas.

“Inilah yang mendasari keluarnya Peraturan nomor 15 tahun 2020. Yang intinya mengedepankan perdamaian antara pihak korban dan terlapor,” jelasnya.

Beberapa syarat untuk melakukan restorative justice yakni pelaku baru pertama kali melakukan kejahatan atau bukan residivis, ancaman pidananya dibawah lima tahun, kerugian yang diderita oleh korban dibawah Rp 2,5 juta.

“Namun terkait kerugian ini sifatnya fluktuatif sesuai surat edaran Kejagung Nomor 1 yang tidak hanya berpatokan pada nilai kerugian. Dan yang paling mutlak itu adanya perdamaian tanpa syarat antara korban dengan terlapor,” terangnya.

Kejaksaan Negeri Sanggau juga melakukan restorative justice atas kasus percobaan pencurian yang dilakukan tersangka Siot di PT SJAL. (pek)