Kubu Raya, BerkatnewsTV. Kemenhub telah melarang kendaraan yang melebihi dimensi dan melebihi muatan barang (Over Dimensi Over Load/ODOL).
Namun kebijakan Zero ODOL ini menjadi dilema saat diterapkan di lapangan. Pemerintah menilai kendaraan ODOL selain salah satu satu faktor penyebab terjadinya kerusakan jalan juga dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Akan tetapi kebijakan Zero ODOL justru merugikan para pelaku usaha ekspedisi dan supir dari aspek ekonomi dan efisiensi. Dimana volume barang yang diangkut tidak berimbang dengan cost atau biaya jasa angkutan.
Ketidak berimbangan ini membuat puluhan supir truk dan pengusaha ekspedisi yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) melakukan aksi ke Kantor BPTD Wilayah XIV Kalbar di Sui Ambawang, Rabu (23/2).
Sebab kebijakan ODOL tidak berimbang dengan tarif jasa angkutan barang yang diberikan oleh pelaku usaha pemilik barang.
“Misalnya kendaraan saya membawa barang dari Pontianak ke Kapuas Hulu biayanya hanya Rp500 per kilogram. Kalau barang yang kami angkut lima ton maka biayanya sekitar Rp2,5 juta. Sedangkan biaya angkut ke Kapuas Hulu Rp3,1 juta. Jadi kami tekor Rp600 ribu. Itu baru untuk biaya supir diluar biaya maintanace,” ungkap Effendi salah satu pelaku usaha ekspedisi, Rabu (23/2).
Aspirasi para pelaku usaha ekspedisi dan supir diterima Kepala BPTD Wilayah XIV Kalbar yang juga dihadiri Kasi Gakkum Ditlantas Polda Kalbar, Kepala Ombudsman Kalbar, Ketua Organda Kalbar, Dishub Kalbar, Dishub Pontianak dan Kubu Raya.
Salah seorang supir, Andri mengatakan kebijakan tentang kriteria ODOL minim sosialisasi. Sementara di lapangan kerap dirazia oleh petugas.
“Kami bersedia disanksi sesuai hukum yang berlaku, asalkan sudah ada tarif angkutan yang sesuai dan jelas,” tambahnya.
Baca Juga:
- Rawat Ketahanan Jalan Poros, Kendaraan ODOL Ditertibkan
- 2023 Zero ODOL, Kendaraan Angkutan Siap-siap Ditindak
Ketua Organda Kalbar, Suhardi menegaskan pada prinsipnya para supir dan pelaku usaha ekspedisi bukannya menolak kebijakan Zero ODOL.
“Namun teman-teman hanya menuntut keberimbangan dan keadilan yakni penyesuaian tarif jasa angkutan barang. Selain itu regulasinya harus jelas siapa yang disanksi di lapangan jika kendaraan ODOL dirazia,” tuturnya.
Maka, Suhardi berharap BPTD menyurati seluruh kepala daerah di Kalbar terkait kebijakan Zero ODOL.
“Dan jika Zero ODOL diberlakukan, maka jembatan timbang hendaknya dibuka 24 jam serta menggunakan sistem online agar tidak ada kendaraan yang lolos dari pemeriksaan,” terangnya.
Kepala BPTD Wilayah XIV Kalbar Syamsuddin memastikan aspirasi tersebut akan langsung disampaikan ke Menteri Perhubungan.
“Selain itu akan kami bawa juga pada pertemuan dengan para stakeholder terkait pada Jumat lusa,” ucapnya.
Terkait tarif dasar jasa angkutan barang disebutkan Syamsuddin bukanlah kewenangannya melainkan pemerintah daerah yang dikeluarkan dalam bentuk sebuah regulasi yakni Perda atau SK Gubernur.
“Diharapkan penetapan tarif jasa angkutan ini sudah ada sebelum pemberlakuan Zero ODOL tahun 2023,”” harapnya.(rob)