Jermal Nelayan Padang Tikar Ditabrak Ponton

Alat tangkap pasif yakni jermal yang ditabrak sebuah ponton pengangkut bauksit mengalami rusak.
Alat tangkap pasif yakni jermal yang ditabrak sebuah ponton pengangkut bauksit mengalami rusak. Foto: ist

Kubu Raya, BerkatnewsTV. Nelayan di Padang Tikar mulai resah lantaran alat tangkap yang dibuatnya di perairan Padang Tikar kerap ditabrak ponton pengangkut bauksit, CPO dan pasir.

Alat tangkap yang ditabrak seperti jermal, ambai maupun jaring pukat. Dan ironisnya, ponton-ponton tersebut setelah menabrak tidak bertanggung jawab.

“Setelah ditabrak dibiarkan begitu saja. Ponton-ponton ini lari, tidak bertanggung jawab untuk ganti rugi atau memperbaikinya. Sementara biaya membuat jermal sampai ratusan juta,” ungkap Anggota DPRD Kubu Raya, M. Amri.

Amri sebutkan dalam kurun empat bulan terakhir di tahun 2021 ini, sudah ada lima kali alat tangkap yang ditabrak ponton. Kejadiannya kerap terjadi di malam hari saat ponton-ponton tersebut lewat menuju laut lepas.

“Kejadian terakhir sekitar seminggu lalu. Setelah nelayan dan warga mencari akhirnya ponton yang menabrak jermal tertangkap. Tapi ponton-ponton itu berkelit karena usaha nelayan membuat alat tangkap itu tidak berijin. Sampai ada upaya nelayan mau menahan ponton-ponton yang lewat,” tuturnya.

Padahal disebutkan Amri, sebelum maraknya ponton melewati perairan Padang Tikar tidak pernah terjadi alat tangkap ditabrak.

Baca Juga:

Amri berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan dengan solusi yang aman dan nyaman bagi kedua belah pihak baik untuk nelayan maupun ponton-ponton.

Sebab masalah ini menurutnya melibatkan sejumlah stakeholder terkait, mulai dari Pelindo, Adpel, Dinas Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, dan Polairud.

“Saya sudah sarankan dengan Dinas Perhubungan Kubu Raya untuk kooordinasi dengan Pelindo untuk menyiapkan kapal pandu bagi ponton-ponton yang keluar masuk melewati alur perairan Padan Tikar. Begitu juga Adpel mencatat ponton-ponton tersebut,” terangnya.

Terhadap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalbar Amri menilai harus turun tangan lantaran kewenangannya. DKP Kalbar harus memberikan ijin kepada nelayan untuk alat tangkap di perairan Padang Tikar sebagai fungsi pembinaan.

“Jadi, DKP Kalbar harus melakukan penataan dengan perijinan untuk usaha para nelayan di Padang Tikar. Jangan dibiarkan begitu saja,”” harapnya.

Apalagi menurut Amri, perijinan tersebut mendatangkan pendapatan bagi daerah. Maka, harus ada sosialisasi sesuai dengan UU Otonomi Daerah.

“Jika persoalan ini tidak ada respon dari pemerintah daerah maka pihaknya di DPRD akan berupaya memfasilitasi masalah ini,” ucapnya.(rob)