Pontianak, BerkatnewsTV. Persoalan perempuan dan anak diakui hingga kini belum memenuhi ekspektasi sesuai harapan banyak pihak. Ibarat drama dalam sinetron televisi, masalah demi masalah tak berkesudahan.
Jika di drama tv umumnya memiliki ending bahagia, berbeda dengan drama penanganan persoalan perempuan dan anak. Faktanya, pemerintah dan masyarakat masih membutuhkan kerja keras mewujudkan hasil akhir yang membuat sumringah semua pihak.
Tercatat, sejumlah drama mulai dari masalah kekerasan, pelecehan, diskriminatif hingga lebih jauh dari itu cenderung mengalami trend meningkat setiap tahun.
“Memang kita sepakat bahwa ketahanan keluarga adalah solusinya. Tidak hanya melibatkan perempuan, anak saja tapi kepala keluarga dalam hal ini suami juga kita libatkan agar penanganan bisa jauh lebih maksimal dan tepat sasaran,” ujar Santi Herlina, Kabid di Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Keluarga diibaratkan suatu bangunan utuh, dimana satu sama lain saling menopang dan menyokong kuat. Jika kata Santi, persoalan perempuan dan anak yang kompleks ibarat rumah, yang diperlukan saat ini adalah kekompakan seluruh anggota keluarga dan sekitarnya untuk mencapai satu tujuan, yaitu keluarga kuat, kokoh dan terlindungi.
“Semua hal dimulai dari keluarga. Berbagai upaya untuk menekankan pentingnya sosok perempuan dalam pengarusatamaan gender (PUG) akan efektif jika pihak lain, dalam hal ini laki-laki paham akan konsep gender yang diusung. Pembagian peran antara perempuan dan laki-laki dalam tataran sosial masih menjadi pekerjaan kita ke depan agar lebih maksimal,” terangnya.
Sementara Aida Nilasari, Komnas Hukum dari Kementrian PPPA, juga menekankan pentingnya pemahaman akan pengarusatamaan gender. Kata mudahnya, pengarusatamaan gender adalah pemisahan peran sosial yang berlaku di masyartakat.
Meskipun PUG dalam pengertiannya adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia, baik tataran rumah tangga, masyarakat dan negara.
“Dengan melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan,” paparnya.
Kedudukan sosial antara laki-laki dalam tataran masyarakat harus seimbang. Pemenuhan hak perempuan harusnya memiliki porsi yang sama dengan laki-laki.
“Stop diskriminasi dalam lingkungan kerja dengan memberikan porsi yang sama sesuai kemampuan pekerja perempuan tersebut. Tentu tidak banyak yang melakukan ini tapi ke depan kita optimis jika makin digencarkan pemahaman akan peran gender di sini, semua pihak baik di dunia kerja maupun tataran sosial lainnya,” ujarnya optimis.(wti)