Singkawang, BerkatnewsTV. Cukup banyak masyarakat Indonesia yang kawin kontrak di negara Tiongkok. Pengalaman mereka pun berbeda-beda, ada yang bernasib baik ada pula yang bernasib pilu.
Seperti yang dialami IN, warga Singkawang, yang mana selama 7 bulan tinggal bersama sang suami dan mertua di Tiongkok selalu mengalami kekerasan dari pihak keluarga.
“Kehidupan saya di sana (Tiongkok) tidak sesuai dengan harapan,” cerita IN kepada wartawan, Selasa (25/6).
Selama berada di Tiongkok, dirinya selalu di paksa untuk bekerja dan parahnya ada sedikit kekerasan dari pihak keluarga.
“Kekerasannya seperti di tendang, di cekik dan di pukul,” ujarnya.
Dirinya bersyukur, berkat bantuan pihak kepolisian Polres Singkawang dan Silvia (warga Singkawang), akhirnya bisa pulang ke Singkawang untuk berkumpul kembali bersama keluarga.
“Kalau tidak ada mereka mungkin saya gak bisa pulang dan di siksa terus,” ungkapnya.
IN mengatakan, keinginannya untuk kawin kontrak dengan orang Tiongkok hanya semata-mata untuk mengubah hidup agar lebih baik.
“Berawal dari iming-iming seseorang (agen) yang menjanjikan bisa merubah hidup saya jika mau kawin kontrak di sana,” jelasnya.
Iming-imingannya, setelah nikah dirinya di perbolehkan pulang ke Singkawang setelah berada di Tiongkok selama dua bulan, namun kenyataannya dirinya tidak diperbolehkan pulang.
“Justru saya di sana di suruh kerja,” katanya.
Kepada masyarakat Singkawang, pesannya, jangan sampai mudah percaya dengan bujuk rayuan atau iming-iming untuk bisa merubah hidup apabila mau di bawa ke Tiongkok. “Jika masih nekat mau ke sana, mudah-mudahan saja tidak serupa dengan nasib yang saya alami,” ujarnya.
Saking tidak tahannya, ada niat IN untuk melarikan diri dari rumah suaminya di Tiongkok.
“Itu sudah sering ada di benak saya, namun tidak bisa. Oleh sebab itulah, saya minta bantuan kepada Pak Ivan (Humas Polres Singkawang) sama Silvia, Alhamdulillah saya bisa kabur dari sana dan tiba di Singkawang pada Senin (24/6) sekitar pukul 22.30 WIB,” ungkapnya.
Ditambahkan IN, sebelum berangkat di Tiongkok dirinya sempat menerima uang Rp20 juta dari agen. Uang sebanyak itu adalah sebagai mahar pernikahan. “Nikah di Singkawang, prosesnya biasa-biasa saja,” jelasnya.
Tiba di Tiongkok, dirinya langsung di suruh kerja jahit baju dan sarung tangan. Hal ini selalu dirinya bangkang, karena sesuai perjanjian sebelum berangkat ke Tiongkok, dirinya tidak diperbolehkan kerja.
“Tapi begitu sampai di sana, saya justru di paksa untuk kerja,” tuturnya.(mzr)