Pontianak, BerkatnewsTV. Wacana program transmigrasi periode 2025–2029 ke wilayah Kalimantan kembali menuai pro dan kontra. Salah satu suara keras datang dari tokoh muda Kalimantan, Noven Honarius.
Ia menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan terhadap masyarakat lokal, khususnya masyarakat adat Dayak yang masih hidup dalam keterbatasan hak atas tanah mereka sendiri.
Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih dahulu menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat Kalimantan sebelum membuka pintu bagi program transmigrasi.
Ia menyebut, hingga saat ini jutaan masyarakat pribumi hidup tanpa sertifikat tanah, bahkan belum pernah melihat wujudnya sebagai bukti legal atas hak hidup di tanah leluhur mereka.
“Transmigrasi ini merupakan salah satu bentuk penjajahan terhadap masyarakat, terutama masyarakat Dayak yang tinggal di pedalaman. Transmigran difasilitasi hak atas tanah, sementara jutaan masyarakat pribumi bahkan belum melihat apalagi memiliki sertifikat atas tanah tempat mereka hidup selama puluhan tahun,” tegasnya kepada berkatnewstv, Selasa (15/7).
Baca Juga:
- Revitalisasi Kawasan Transmigrasi Fokuskan Empat Pembangunan
- Kemendes PDTT Revitalisasi Kawasan Transmigrasi
Noven menyatakan dengan tegas bahwa ia tidak bisa menolerir rencana tersebut. Dan meminta pemerintah untuk menghentikan wacana pemindahan penduduk dari luar ke Kalimantan, dan fokus pada upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat lokal.
“Pemerintah harusnya urus dulu masyarakat pribumi. Jangan sibuk pindahkan orang dari luar ke Kalimantan, karena itu sama saja mengubur mimpi anak-anak Kalimantan yang sudah lama menanti keadilan,” tegasnya.
Tak hanya itu, kekecewaan juga ia sampaikan terhadap Lazarus, Ketua Komisi V DPR-RI yang juga merupakan putra Dayak. Menurut Noven, Lazarus tidak pantas disebut sebagai pejuang masyarakat Dayak karena justru menyetujui anggaran untuk program transmigrasi tersebut.
“Saya sangat kecewa kepada Ketua Komisi V DPR-RI yang juga putra Dayak. Di tengah penolakan masyarakat, beliau malah mengetuk palu anggaran yang justru menjadi tanda terbukanya pintu transmigrasi. Selama ini kita bangga kepadanya sebagai orang tua di Senayan, tapi hari ini beliau tidak layak disebut pejuang tanah Dayak,” kata Noven dengan nada tegas.
Pernyataan Noven menambah panjang daftar kritik terhadap program transmigrasi, yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat lokal. Ia menegaskan akan terus menyuarakan aspirasi rakyat Kalimantan agar keadilan benar-benar hadir di Bumi Borneo.(rob)