loading=

Mediasi Pemecatan Karyawan PT. SBW Deadlock

Mediasi Pemecatan Karyawan PT. SBW Deadlock
Mediasi antara PT. SBW dengan karyawan oleh Disnakertrans Sanggau disaksikan ketua DAD Tayan Hulu dan Ketua Serikat Pekerja, Jumat (24/1) berakhir buntu alias deadlock. Foto: pek

Sanggau, BerkatnewsTV. Mediasi pemecatan 10 karyawan PT. Sasmita Bumi Wijaya (SBW) yang berlangsung di kantor Disnakertrans Sanggau berakhir buntu alias deadlock.

Kedua belah pihak baik manajemen PT. SBW dan karyawan masih saling berselisih pendapat terkait kebijakan PHK yang dilakukan pihak manajemen PT.SBW.

PT. SBW yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang kelapa sawit di Kecamatan Tayan Hulu telah memecat sepuluh orang karyawan yang bekerja sebagai satpam.

Pemecatan didasarkan pada, pelanggaran berat yang telah dilakukan oleh para pekerja. Yakni, telah melakukan pungutan liar (Pungli) terhadap para supir truk pengantar buah sawit.

Usai proses mediasi, Ketua Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT. SBW, Yohanes Kristian Feri mengatakan, pihaknya telah meminta manajemen PT. SWB untuk mencabut keputusan PHK yang dikenakan kepada sepuluh orang satpam tersebut.

Yohanes menilai, manajemen perusahaan seharusnya mengambil keputusan dengan mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Lanjutnya, dalam PKB Pasal 57, poin 9 da 10 bahwa pelanggaran berat seperti Pungli seharusnya sanksi yang diberikan berupa teguran dengan Surat Peringatan Terkait atau dikenal SP3, bukannya langsung pada PHK.

“Untuk kasus Pungli atau terima sogokan ini, prosesnya surat peringatan ketiga,” kata Yohanes usai mediasi di Kantor Disnakertrans Kabupaten Sanggau, Jumat (24/1).

“Cuma dari pihak perusahaan masih mengacu kepada Pasal 60, poin 8 (dalam PKB, red) yaitu PHK,” lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Disnakertrans Sanggau, Roni Fauzan menjelaskan, manajemen PT. SBW melakukan PHK, berdasarkan temuan Tim Internal Control (IC) yang menyatakan adanya pungli yang telah dilakukan oleh sepuluh karyawan yang bekerja sebagai satpam.

Pungli masuk dalam pelanggaran berat, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan PKB.

Roni menjelaskan, berdasarkan aturan apabila seorang pekerja terbukti melakukan pelanggaran berat seperti pungli, maka sanksinya perusahaan bisa memberikan SP3 ataupun langsung melakukan PHK.

Baca Juga:

“PHK nya ada dan SP3 nya ada, dua-duanya diatur sehingga perusahaan mengambil itu, mengambil PHK,” jelasnya.

“Dan itu di PP. Nomor 35 juga membenarkan bahwa itu tidak perlu ada peringatan, terkait dengan pelanggan berat ini,” tambahnya.

Roni, sapaan akrabnya menjelaskan lagi bahwa pada saat mediasi kedua belah pihak masih belum menemui kata sepakat terkait perselisihan yang terjadi atau dead lock.

Selanjutnya, penyelesaian perselisihan mengenai pemecatan karyawan ini akan dilimpahkan ke Disnakertrans Provinsi Kalimantan Barat untuk melakukan mediasi.

“Dead lock sampai tanggal 30, kalau memang tidak ada jawaban dari perusahaan, ataupun ada jawaban yang masih menyatakan bahwa tetap PHK,  itu kami akan limpahkan ke provinsi,” tegasnya.

Ditempat yang sama, Ketua, Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Tayan Hulu, Hariyanto yang turut hadir dalam proses mediasi mengharapkan PT. SBW mencabut keputusan PHK terhadap sepuluh orang satpam yang dianggap melakukan pelanggaran berat.

Menurutnya, aspek kemanusiaan harus dikedepankan oleh perusahaan dalam mengambil keputusan.

“Menurut saya dengan dasar kemanusiaan, ini mesti kita berikan kesempatan kepada security sepuluh orang yang diberhentikan oleh perusahaan,” kata Hariyanto.

Selaku tokoh masyarakat, Hariyanto berpendapat, perusahaan seharusnya membina para pekerjaannya. Sehingga, bisa bekerja lebih baik dan membantu perusahaan berkembang.

Terlebih, selama ini masyarakat di Kecamatan Tayan Hulu selalu menyambut baik investasi yang masuk dan sangat mendukung iklim investasi berkembang baik. Menurutnya, sangat wajar jika perusahaan mempertimbangkan permohonan para pekerja yang merupakan masyarakat Kecamatan Tayan Hulu.

“Tetapi ketika orang bersalah, kita tidak pernah memberikan kesempatan mereka berubah. Ini masalah buat kita ke depan,” tegas dia.

“Tapi kalau perusahaan tetap berkeras (melakukan PHK,red), ya kita repot mengurus dampak sosial. Karena dampak sosial ini tidak bisa kita ukur saat ini,” terangnya.

Hariyanto berharap, PT. SBW bisa mengabulkan permohonan pencabutan PHK dari para karyawan yang berkerja sebagai satpam. Sehingga, perselisihan yang ada tidak harus lanjut ke meja hijau Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Mengapa kita harus sampai ke PHI? Karena ini kan masalah kecil. Saya berharap masalah ini kita bisa selesaikan di tingkat kabupaten,” pungkasnya. (pek)