Description

KPU Tidak Laksanakan Rekomendasi Komnas HAM

Masyarakat yang menggunakan hak pilihnya di TPS saat Pemmil serentak yang digelar pada Rabu (14/2) lalu. Namun sayangnya, Komnas HAM menemukan masih banyak rekomendasi yang tidak dijalankan KPU RI. Foto: dok berkatnewstv
Masyarakat yang menggunakan hak pilihnya di TPS saat Pemmil serentak yang digelar pada Rabu (14/2) lalu. Namun sayangnya, Komnas HAM menemukan masih banyak rekomendasi yang tidak dijalankan KPU RI. Foto: dok berkatnewstv

Jakarta, BerkatnewsTV. Komnas HAM RI menyayangkan KPU RI tidak melaksanakan sebagian rekomendasi yang paling penting di Pemilu.

Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro pun membeberkan sejumlah rekomendasi yang tidak dilaksanakan KPU RI.

“Diantaranya KPU RI tidak berhasil membuat kebijakan untuk mengurangi beban kerja KPPS, sehingga KPPS bekerja melebihi beban kerja yang wajar. Sebagian besar KPPS begadang dua malam (dan dua hari), sejak sehari sebelum hari H untuk mendirikan TPS, hingga dini hari setelah hari H,” ungkapnya.

Tak hanya itu tambah Atnike, kebijakan penyalinan form C-Hasil secara elektronik (foto copy) dari yang semula manual, ternyata tidak berhasil menurunkan durasi waktu kerja KPPS.

Selain itu KPU RI tidak memasukkan materi Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) sebagai bagian dari Materi Bimtek KPPS, sehingga KPPS tidak dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi situasi darurat di TPS.

Materi Bimtek hanya focus pada proses pemungutan dan penghitungan suara, termasuk tata cara Sirekap. Materi ini direkomendasikan oleh Kemenkes untuk dimasukkan sebagai bagian dari Bimtek KPPS.

“KPU telah mengirimkan Surat Edaran tentang panduan penanganan situasi darurat tertanggal 10 Februari 2024, tetapi hampir tidak ada jajaran KPU di daerah yang mengetahui surat tersebut,” ujarnya.

Di lingkungan TPS Komnas HAM melihat secara umum juga masih tidak sehat. Misalnya masih terdapat makanan ringan berupa gorengan, minuman kopi yang berlebihan, juga asap rokok.

Begitu pula masih banyak TPS yang terlambat melaksanakan proses pemungutan suara karena ketidaksiapan petugas Pemilu dalam menyelenggarakan proses pemungutan suara. Penyebabnya antara lain karena keterlambatan logistik Pemilu, cuaca, dan keterlambatan para saksi hadir di lokasi TPS.

Komnas HAM juga menemukan minimnya sosialisasi Penyelenggara Pemilu terkait prosedur pindah memilih sehingga banyak masyarakat yang kehilangan hak pilihnya karena harus bekerja di luar domisili.

“Penyelenggara Pemilu sangat pasif dalam mendorong pemenuhan hak pilih bagi kelompok marginal-rentan,” ucap Atnike.

Baca Juga:

Berdasarkan temuan fakta di atas, Komnas HAM memberikan rekomendasi antara lain mendorong KPU RI melakukan upaya mitigasi meningkatnya angka kematian dan sakit Petugas Pemilu dengan memberikan keleluasaan kepada petugas Pemilu untuk beristirahat dan mengimbau agar petugas Pemilu tidak segera melakukan aktivitas fisik berat, termasuk rutinitas pekerjaan, sebelum kembali mengikuti proses rekapitulasi di tingkat kecamatan.

“Kami juga mendorong agar terhadap petugas Pemilu dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala, baik oleh tenaga kesehatan dari RSUD/Puskesmas,”” tegasnya.

Komnas HAM tambah Atnike menekankan bahwa Negara harus hadir dan bertanggung jawab untuk memastikan seluruh Petugas Pemilu mendapatkan akses terhadap pemenuhan hak kesehatan dan hak hidup yang layak bagi kemanusiaan.

Sebab kelalaian negara dan penyelenggara Pemilu dalam memastikan hak kesehatan dan hak hidup Petugas Pemilu berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap HAM.

Komnas HAM juga mengimbau seluruh para peserta Pemilu untuk menyikapi hasil penghitungan cepat secara bijaksana dan menunggu keputusan resmi dari KPU RI sebagai hasil Pemilu yang sah dan berkekuatan hukum.

Dan berperan aktif menjaga situasi dan kondisi yang kondusif, tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat memprovokasi masyarakat dan menyebabkan terjadinya kekerasan serta konflik horizontal, termasuk di tingkat daerah.

“Kami mendorong para peserta Pemilu yang merasa keberatan terhadap hasil Pemilu untuk memperjuangkan keadilannya melalui jalur hukum yang berlaku, baik melalui Bawaslu, DKPP maupun Mahkamah Konstitusi,” pungkas Atnike.(tmB)