Jakarta, BerkatnewsTV. Komnas HAM RI telah menemukan ribuan kelompok marginal – rentan kehilangan hak pilih di Pemilu yang digelar pada Rabu (14/2) lalu.
Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro menyebutkan temuan fakta itu berdasarkan pengamatan situasi penyelenggaraan Pemilu di 14 provinsi dan 50 kabupaten/kota pada 12-16 Februari 2024.
“Seperti di rumah sakit. Hampir seluruh rumah sakit tidak memiliki TPS khusus sehingga ratusan tenaga kesehatan dan pasien kehilangan hak pilih,” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima Kamis (22/2).
Selain itu Komnas HAM RI juga menemukan ribuan WBP kehilangan hak pilih karena tidak terdaftar sebagai DPT dan DPTb. Seperti yang terjadi di Lapas Kelas I Medan sebanyak 1.804 WBP tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP.
Sementara di Rutan Kelas IIB Kabupaten Poso sebanyak 205 WBP yang masuk dalam DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara.
“Hal yang sama juga terjadi di Lapas Kelas IIA Manado dimana 101 WBP yang terdaftar sebagai DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara,” jelasnya.
Baca Juga:
- 22 TPS di Lapas se-Kalbar, KPPS Harus Jalankan SOP
- Pemilih Pemula Bingung, Sosialisasi Pemilu Masih Minim
Komnas HAM juga menemukan minimnya Pemilu akses bagi kelompok disabilitas. Selain sarana dan prasarana di lokasi TPS yang tidak ramah disabilitas, juga tidak adanya surat suara braile bagi pemilih netra.
Begitu pula banyak pekerja yang tidak bisa memilih dan kehilangan hak pilihnya karena harus bekerja pada hari pemungutan suara. Hal ini sehubungan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Hari Libur Bagi Pekerja/ Buruh dan Tanggal Pemungutan Suara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang tidak mewajibkan Perusahaan untuk meliburkan para pekerja pada hari H Pemilu.
“Kesempatan untuk mendapatkan upah lebih dengan tetap bekerja pada hari pemungutan suara menjadi celah bagi perusahaan untuk tetap mempekerjakan para pekerja dan mengabaikan hak pilih mereka,” tambah Atnike.
Ia mencontohkan banyak pekerja di IKN yang tidak bisa memilih karena tidak tersosialisasi dengan baik untuk mengurus surat pindah memilih ke lokasi kerja mereka di IKN.
Selain itu Komnas HAM juga menemukan minimnya atensi penyelenggara pemilu terhadap pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat dan terpencil.
“Sebanyak 600 orang Masyarakat Adat Baduy Luar belum memiliki eKTP sehingga tidak terdaftar sebagai pemilih. Selain itu, kekhususan wilayah masyarakat adat juga menjadi tantangan yang belum mampu diatasi oleh Penyelenggara Pemilu bagi pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat,” terangnya.
Tidak hanya, Komnas HAM juga menemukan fakta kelompok marginal – rentan lainnya yakani ratusan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di berbagai panti sosial tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar sebagai DPTb di lokasi panti sosial.
Menurut Atnike masalah ini penyebabnya dikarenakan minimnya sosialisasi Penyelenggara Pemilu kepada pengurus panti-panti sosial menyebabkan banyak PMKS dan WBS yang tidak dapat menggunakan hak pilih.(tmB)