loading=

Dewan Pers Perluas KBLI Perusahaan Pers

Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, A Sapto Anggoro saat menjadi pembicara dalam diskusi di sela peringatan Hari Pers Nasional pada Senin (19/2). Kesempatan itu ia menegaskan bahwa Dewan Pers telah memperluas KBLI Perusahaan Pers tidak lagi hanya satu KBLI
Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, A Sapto Anggoro saat menjadi pembicara dalam diskusi di sela peringatan Hari Pers Nasional pada Senin (19/2). Kesempatan itu ia menegaskan bahwa Dewan Pers telah memperluas KBLI Perusahaan Pers tidak lagi hanya satu KBLI. Foto: tmB

Jakarta, BerkatnewsTV. Dewan Pers mengubah kebijakannya untuk memperluas KBLI perusahaan pers. Kebijakan dalam rangka untuk memperkuat bisnis perusahaan pers agar lebih berkembang.

Kebijakan baru ini tentu menjadi kabar gembira bagi perusahaan pers yang akan mengajukan diri untuk pendaftaran ke Dewan Pers dalam rangka diverifikasi.

Sebab, sebelumnya Dewan Pers hanya mengakui satu KBLI saja di akta pendirian perusahaan yakni KBLI Portal Web dan / atau Platform Digital Dengan Tujuan Komersil dengan kode KBLI 63122.

Akibat dari kebijakan ini, perusahaan pers agar bisa lolos verifikasi Dewan Pers terpaksa harus mengubah kembali akta pendirian perusahaannya karena tercantum lebih dari satu KBLI.

“Sekarang tidak lagi seperti itu. KBLI untuk perusahaan pers kita perluas. Di samping penerbitan berita, perusahaan pers bisa memiliki bidang usaha lain yang terkait dengan bidang utama usahanya,” tegas Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, A Sapto Anggoro saat menjadi pembicara dalam diskusi di sela peringatan Hari Pers Nasional pada Senin (19/2).

Ia mencontohkan, perusahaan pers dimungkinkan memiliki usaha bidang penerbitan buku, pelatihan-pelatihan, dan diskusi publik berbayar. Bahkan, kata Sapto, perusahaan pers bisa saja memiliki bidang usaha sebagai penyelenggara acara atau event organizer bagi perusahaan lain.

Perluasan bidang usaha dalam KBLI ditetapkan sekitar dua bulan lalu. Keputusan ini tak lepas dari kondisi perusahaan pers yang saat ini menemui banyak permasalahan dan kendala. Salah satu kendala itu adalah kue perolehan iklan yang semakin terbatas.

Dia menjelaskan, tahun 2023 kue iklan media nasional (cetak, daring, tv, dan radio) dalam mencapai Rp68 triliun. Dari jumlah itu sekitar 75% kue iklan nasional diambil oleh platform global. Mereka itu antara lain Google, facebook, Instagram, TikTok, dan lain-lain. Perusahaan pers nasional hanya kebagian sisanya.

Baca Juga:

Sapto menambahkan, dalam membangun bisnis media, setiap orang bisa punya pilihan. Ada pendirian perusahaan media yang dijadikan komoditas. Artinya, jika sudah berjalan maka media itu akan dijual demi mendapat untung yang besar. Ada pula media yang dikembangkan sebagai produk/brand. Dua model lain adalah menjadikan bisnis media sebagai usaha rintisan (start up) serta legacy (peninggalan untuk keluarga).

Sekarang ini, papar Sapto, media tidak lagi sepenuhnya mengacu pada teori jurnalisme yang ada. Platform global yang selama ini merajai perputaran iklan untuk media justru lebih banyak menjadi acuan.

“Media akan mengikuti algoritma platform global. Semula algoritma Google berdasarkan hits (adu cepat mengunggah berita). Setelah itu algoritmanya berubah menjadi page views yang mendasarkan diri pada banyaknya berita,” kata dia.

Kemudian, urainya, algoritma itu berubah lagi menjadi impression. Dalam hal ini, berita yang menjadi pilihan Google untuk diadopsi adalah berapa lama berita itu dibaca. Perkembangan terakhir adalah algoritma impression plus scrolling (lama berita dibaca dan pergerakan kursor).(tmb)