MK Tolak Gugatan Uji Materiil UU Pers

Ketua Mahkamah Konstitusi RI Usman Anwar saat memimpin sidang gugatan uji materiil UU Pers yang memutuskan menolak gugatan tersebut, Selasa (31/8))
Ketua Mahkamah Konstitusi RI Usman Anwar saat memimpin sidang gugatan uji materiil UU Pers yang memutuskan menolak gugatan tersebut, Selasa (31/8))

Jakarta, BerkatnewsTV. Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan gugatan uji materiil Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 199 tentang Pers.

MK menilai gugatan yang diajukan oleh tiga wartawan tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhan. Sehingga Ketua MK Usman Anwar menyatakan menolak gugatan tersebut.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK, Usman Anwar saat memimpin sidang, Rabu (31/8).

Gugatan ini diajukan oleh 3 (tiga) pemohon yang berprofesi sebagai wartawan dan pimpinan perusahaan pers berbadan hukum, yakni: Heintje Grontson Mandagie sebagai Pemohon I, Hans M Kawengian sebagai Pemohon II dan Soegiharto Santoso sebagai Pemohon III.

Para Pemohon mempersoalkan norma Pasal 15 ayat (2) dan ayat (5). Para Pemohon menilai Peraturan Dewan Pers yang ditetapkan oleh Dewan Pers Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers telah mencederai kemerdekaan dan kebebasan pers dan menghilangkan hak organisasi-organisasi pers dalam menyusun dan membuat peraturan-peratruan di bidang pers dalam upaya meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

Baca Juga:

Selain itu adanya ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (5) UU a quo, mengakibatkan Dewan Pers Indonesia yang terbentuk melalui Kongres Pers Indonesia 2019 di Asrama Haji Jakarta tanggal 6 Maret 2019 tidak kunjung ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong menilai ketentuan UU a quo bukan ketentuan yang sumir untuk ditafsirkan karena rumusannya sudah sangat jelas.

Dalam persidangan ke-10 ini, MK juga mendengarkan ahli dari Pihak Terkait, Bagir Manan yang menjelaskan bahwa seluruh petunjuk yang dibuat oleh Dewan Pers disusun atas persetujuan bersama dan penegakan peraturan serta pedoman dan keputusannya diserahkan pada satuan komunitas.

“Jadi Dewan Pers tidak menegakkan aturan sendiri,” ucapnya.

Turut mendengarkan Effendi Gazali dan Rajab Ritonga selaku Ahli Pihak Terkait. Kedua ahli yang merupakan pakar komunikasi dari Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma mengatakan bahwa pada intinya Pemohon ingin tergabung menjadi Dewan Pers tidak lain sebagai suatu upaya untuk menegakkan kode etik yang sejalan dengan UU pers.

“UU Pers merupakan anugerah bagi pers nasional. Sebab, kehadirannya menandai kemerdekaan pers nasional setelah 32 tahun dalam pengendalian pemerintah,” terangnya.(tmB)