Pontianak, BerkatnewsTV. Abdullah dan Ismail menyatakan keberatan atas tuntutan jaksa yang mendakwa keduanya atas kasus penipuan atau penggelapan jual beli tanah.
Keberatan itu disampaikan tim Penasihat Hukumnya yang terdiri dari Herawan Utoro, Bambang Sudiono dan Jekson Herianto Sinaga usai sidang di Pengadilan Negeri Pontianak, Rabu (2/3).
“Kami keberatan terhadap surat dakwaan jaksa terhadap terhadap terdakwa karena bukan merupakan tindak pidana penipuan atau penggelapan. Akan tetapi murni perkara perdata sehingga tidak layak dipaksakan masuk dalam ranah pidana umum,” tegasnya.
Sebab disebutkan Herawan, dalam transaksi jual beli tanah yang dilakukan keduanya tidak terdapat unsur tipu muslihat atau pun unsur rangkaian perkataan bohong.
Kasus ini bermula di bulan Maret tahun 2014 silam. Saat itu seseorang makelar bernama Yanto Hasyanah menawarkan tanah milik Abdullah dan Ismail kepada H Syukur seorang developer perumahan dengan harga Rp300 ribu per meter. Jika mau nego bisa langsung kepada sang pemilik.
Sehingga di Bulan September 2014, pertemuan pun berlangsung antara H Syukur selaku calon pembeli dengan Abdullah dan Ismail selaku pemilik tanah.
Terjadi tawar menawar dalam pertemuan itu. H Syukur menawar Rp200 ribu per meter dikarenakan tanah yang terletak di Desa Kuala Dua Kecamatan Sui Raya Kabupaten Kubu Raya tersebut belum bersertifikat.
Bukti-bukti dokumen kepemilikan telah ditunjukan kepada H Syukur. Dimana penguasaan awalnya dari sang ayah yakni Almarhum Ibrahim Achmad. Surat Pernyataan Tanah (SKT) telah teregistrasi di Pemerintah Desa Kuala Dua.
Baca Juga:
- Mafia Tanah di KKR Terungkap. 147 Sertifikat Disita, Nilai Kerugian Rp1 Triliun
- 9 Tahun Buron, Koruptor Tanah Lapas Pontianak Ditangkap
Dimana adanya Surat Tanda Terima Uang Pembayaran Tanah tertanggal 9 Desember 1982 dari pemilik sebelumnya bernama Manan Ali dan peta bidang tertanggal 1 Maret 1984.
Singkat cerita, di bulan Oktober 2014 transaksi jual beli antara H Syukur dan Ismail bersama Abdullah telah disepakati dengan harga Rp200 ribu per meter dengan sistem pembayaran secara bertahap. Dan biaya penerbitan sertifikat ditanggung pembeli.
Ismail dan Abdullah pun mengurus permohonan sertifikat ke Kantor Pertanahan Kubu Raya pada 27 Oktober 2014 dengan nomor pendaftaran 8682/2015 (an Abdullah) dan nomor 8684/2015 (an Ismail). Keduanya masing-masing memiliki tanah seluas 50.930 m2.
Berdasarkan permohonan itu, BPN Kubu Raya telah melakukan pengukuran, menerbitkan peta flooting tanah, menerbitkan peta bidang, daftar data yuridis dan data fisik bidang serta diumumkan ke koran.
“Artinya, tanah kedua terdakwa telah memenuhi persyaratan teknis, yuridis dan adminstrasi di BPN Kubu Raya,” tambah Herawan.
Melihat perkembangan proses tersebut, H Syukur memberikan pembayaran tambahan kepada Ismail dan Abdullah secara bertahap sebanyak 21 kali selama dua tahun sejak 28 Oktober 2014 hingga 8 November 2016 dengan total Rp2.121.000.000.
Namun transaksi jual beli tanah ini berantakan gegare Kho Weng Boe yang mengklaim tanahnya di lahan milik Ismail dan Abdullah sehingga ia mengajukan pemblokiran kepada BPN Kubu Raya.
Klaim ini berawal saat Kho Weng Boe mengajukan permohonan penggantian sertifikatnya yang hilang ke BPN Kubu Raya berdasarkan fotocopi SHM dengan 3899 bulan Juni 2016.
7 Oktober 2016 petugas pengukur BPN meminta Kho Weng Boe melakukan balik batas untuk menunjukan lokasi tanahnya. Penunjukan hanya sepihak tanpa berdasarkan warkah tanah. Apalagi tidak terdapat patok batas yang batas-batas yang tidak diketahuinya.
Atas hasil itu, BPN menyatakan tanah yang ditunjuk Kho Weng Boe tidak sesuai dengan SHM miliknya karena terletak diatas peta bidang nomor 375/205 NIB 14.14.07.04.05259 tertanggal 10 April 2015 yang diajukan Abdullah.
Kendati sudah jelas, celakanya BPN menangguhkan permohonan sertifikat Abdullah. Sementara terhadap tanah milik Ismail, BPN menyatakan tumpang tindih dengan SHM Nomor 380 milik Ivan Widarko seluas 2.280 m2.
Ismail tak terima. Ia pun menggugat ke PN Mempawah pada 10 Januari 2018.
Mengetahui terjadi tumpang tindih, H Syukur mengurungkan niatnya untuk membeli tanah Ismail dan Abdullah.
“Mestinya H Syukur bersama terdakwa Ismail dan Abdullah tetap bertanggung jawab dan komitmen menyelesaikan perjanjian transaksi jual beli. Atau setidaknya memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa untuk menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi,” tambah Herawan.
Berdasarkan kronologi diatas, Herawan menilai kedua kliennya tidak bersalah dan tidak ada unsur penipuan namun kasus ini masuk dalam ranah perdata bukan dipaksakan ke ranah pidana umum.(rob)