CPNS Terganjal Adat Tindik Telinga, Ombudsman Klarifikasi KKSS Kalbar

Ombusdman RI melakukan klarifikasi kepada DPW Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kalbar terkait laporan seorang peserta CPNS yang terganjal adat istiadat tindik telinga di masyarakat Bugis.
Ombusdman RI melakukan klarifikasi kepada DPW Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kalbar terkait laporan seorang peserta CPNS yang terganjal adat istiadat tindik telinga di masyarakat Bugis.. Foto: ist

Kubu Raya, BerkatnewsTV. Ombusdman RI melakukan klarifikasi kepada DPW Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kalbar terkait laporan seorang peserta CPNS yang terganjal adat istiadat tindik telinga.

Kasus ini bermula ketika orang tua yang melapor ke Ombusdman RI dan DPW KKSS Kalbar lantaran sang anak yang tidak lulus seleksi CPNS di KemenkumHAM.

Kasus ini mendapat tanggapan serius dari Ombudsman RI yang turun langsung ke Kalbar untuk mengklarifikasi ke KKSS Kalbar pada Kamis (3/2).

Komisioner Ombudsman RI dan perwakilan Kalbar diterima langsunng Ketua KKSS Kalbar Burhan Ahad dan Dewan Pakar KKSS Kalbar Saparudin Daeng Usman yang notabene juga sejarawan Kalbar.

“Tindik telinga bagi masyarakat Bugis sudah tidak asing lagi, justru aneh apabila anak laki – laki tidak ditindik,” kata Ketua KKSS Kalbar Burhan Ahad.

Adat tindik telinga dan tata caranya ini telah terdapat dalam Amanah Gapa di Arsip Nasional RI dan buku La Galiga Manusia Bugis karangan Prof C Pelras 1978.

Dalam adat suku Bugis, adat tindik telinga mengandung makna dan tujuan antara lain apabila sepasang suami istri menginginkan anak laki namun yang lahir selalu anak perempuan, maka dilakukan adat menindik telinga anak lelaki terakhir.

Baca Juga:

Dengan harapan anak selanjutnya adalah perempuan. Karena diyakini baik maka dilakukan turun temurun sehingga menjadi kebiasaan.

Makna lainnya yakni jika seseorang memiliki anak pertama dan meninggal kemudian memiliki anak kedua dan laki-laki maka anak kedua ini ditindik dengan kepercayaan agar anak pertama tidak mengambil roh anak kedua.

Selain itu, tindik telinga bagi masyarakat Bugis juga dianggap sebagai kedigdayaan / kebangsawanan sehingga da[at menyandang gelar daeng.

Selanjutnya, tindik telinga juga diyakini agar anak laki-laki terhindar dari penyakit dan tidak nakal.

“Jadi seharusnya negara tidak perlu mewajibkan data bukti dari pemuka adat. Sehingga jika negara menghargai adat yang beragam di Indonesia maka cukup dengan penjelasan pelapor saja,” tambah Burhan.

Burhan juga mengimbau agar dibutuhkan koordinasi dengan perkumpulan adat pada saat pelaksanaan proses seleksi CPNS agar panitia dapat memperoleh informasi yang utuh terkait adat istiadat setempat.(rob)