Bos Top Qua Dituntut Delapan Bulan Penjara

Pontianak, BerkatnewsTV. Pemilik perusahaan air minum mineral Top Qua, Ali Sahbudin dituntut delapan bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Tuntutan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum, Abdul Samad saat sidang di Pengadilan Negeri Pontianak, Kamis (30/12) yang dipimpin Majelis Hakim Narni Priska Faridayanti, S.H., didampingi hakim anggota, Dewi Apriyanti, S.H., M.H., Moch. Ichwanudin, S.H.,M.H.

Jaksa menilai, Ali Sahbudin terbukti bersalah telah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap mantan istrinya, Lily Susianti (39 tahun).

Mengutip keterangan saksi Parti dan Atun di dalam Berita Acara Pemeriksaan, asisten rumah tangga, telah bersesuaian dan diperkuat dengan hasil visum et repertum atas nama LS, nomor: VeR/4198/V/2011, tanggal 27 Mei 2011 dari Dokter Pemeriksa pada Rumah Sakit Bhayangkara.

Dimana saat itu dr. Witri Pratiwi telah melakukan pemeriksaan terhadap Lili Susianti bahwa didapat luka akibat kekerasan tumpul berupa memar pada pergelangan tangan, memar pada pergelangan tangan kiri, memar pada dada kanan atas dekat ketiak.

Kemudian, memar pada kaki kiri, memar pada kaki kanan dan memar pada belakang telinga kiri.

Jaksa penuntut umum, menjaring Ali Sabudin, melanggar pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, tentang: Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Pasal 44 ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, menyebutkan, “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.”

Pasal 51, menyebutkan, “Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik aduan.”

Dengan demikian Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) bukan merupakan delik aduan.

Di hadapan Majelis Hakim, Lily pun mengungkapkan secara gamblang penyiksaan yang dialaminya pada duo 26 Mei 2011 silam.

Penyiksaan itu dilatarbelakangi masalah pelepasan hak sertifikat tanah di Jakarta atas nama keduanya. Modusnya, tanah tersebut ditukar kepada ayah Ali Sahbudin.

“Kami sudah cekcok seminggu sebelum penyiksaan. Saudara terdakwa (Ali Sahbudin) memaksa saya untuk menanda tangani persetujuan pertukaran tanah dengan mertua saya di Jakarta. Tapi saya tidak mau karena alasannya tidak jelas hanya menyatakan mau berbisnis di Jakarta,” ungkap Lily.

Baca Juga:

Pada tanggal 29 Mei 2011, Lily pun pergi ke Notaris Budi Effendi untuk meminta penjelasan prihal surat yang mau ditanda tangani.

“Penjelasannya adalah pelepasan hak hasil perkawinan. Termasuk sertifikat. Maka saran notaris dirundingkan dulu suami istri sebba begitu sudah ditanda tangani maka saya tidak ada lagi hak apa pun,” tuturnya.

Lily pun pulang ke rumah di Jalan Abdurahman Saleh. Namun, menjelang malam, tiba-tiba Ali Sahbudin pulang ke rumah langsung memasuki kamar. Dengan emosi langsung menendang dan mendorong tubuh Lily ke tempat tidur.

Diatas tempat tidur, Ali menampar dan meninju wajah istrinya beberapa kali. Perlawanan dilakukan Lily untuk membela diri. Namun tak berdaya menghadapi Ali.

“Bahkan, saudara terdakwa duduk diatas perut saya, menekan dan menggenjot badan saya sampai saya tidak bisa bernapas. Dia meminta saya untuk memukul wajahnya. Tapi saya tidak mau. Saya minta hentikan tapi dia berusaha terus menyiksa saya,” beber Lily.

Disebutkan Lily, sampai Ali berkeringat memaksanya untuk meminumnya. Lagi-lagi Lily menolak keinginan Ali. Hingga akhirjya, dia meminta minum ke Mbo Parti, pembantu rumah membawakan minuman.

Lily beteriak mnta tolong mbo Parti tapi tidak berani bantu. Setelah pembantu keluar, penyiksaan dilakukan lagi bahkan Ali mengancam mau membunuhnya dan anak-anaknya.

“Saya minta tolong hentikan, sampai saya ngompol di lantai. Akhirnya sekitar pukul 11.00 wib malam baru saya dilepaskan. Saya keluar kamar, dan dia mondar mandir rumah,” terangnya.

Tak terima penyiksaan yang dialaminya, besoknya 27 November 2011 Lily pun terpaksa melaporkan sang suami Ali Sahbudin ke polisi.

Dihadapan majelis hakim, Lily mengungkapkan ternyata penyiksaan yang dialaminya telah terjadi sejak tahun 2010. Hingga akhirnya pada 21 November 2010 melaporkannya ke polisi.

“Akan tetapi saya cabut karena terdakwa saat itu berjanji tidak akan mengulangi lagi. Sehingga diberikan kesempatan untuk berubah,” ucapnya.

Peristiwa itu terus terjadi hingga tahun 2012. Sampai pada akhirnya tak tahan perlakuan Ali Sahbudin, Lily menggugat cerai di bulan Januari.

“14 Februari 2012 saya sudah keluar dari rumah tepat saat sidang pertama perceraian digelar. Dan 1 September 2014, gugatan perceraian sudah inkrah,” ungkapnya.

Kepada majelis hakim, Lily meminta Ali Sahbudin dihukum seberat-beratnya.

“Sebab selama perkawinan kami sejak tahun 2000 saya tertekan psikis dan fisik. Apalagi anak saya didoktrin untuk membenci ibunya. Jadi sudah sepantasnya dia dihukum seberat-beratnya. Saya minta keadilan,” pungkasnya.

Ali pun membantah penjelasan dari mantan istrinya itu yang dinilainnya sebagai cerita rekayasa.

“Semuanya tidak benar. Posisi saya saat itu ada di rumah bukan pulang kerja. Bahkan, dia awalnya mengejar saya dengan pisau. Dan tidak ada pemukulan saya hanya memegangnya karena saat itu ditangannya ada pisau,” katanya.

Arry Sangkurianto pengacara Ali Sahbudin menilai banyak cerita rekayasa yang diungkapkan Lily Susianti.

“Padahal perkara ini telah dicabut oleh istrinya sendiri tapi koq tiba-tiba bisa naik lagi. Apalagi saat itu klien saya diperiksa sebagai saksi waktu itu,” bebernya.

“Nanti keterangan dari saksi pembantu dan anaknya sebagai saksi meringankan akan menceritakan prihal yang sebenarnya,” tambahnya.

Arri juga membantah luka memar yang dialami korban adalah dikarenakan terkena meja rias. “Justru korban ini yang memarahi klien saya dengan menunjukan pisau,” pungkasnya.(rob)