Kubu Raya, BerkatnewsTV. Pemerintah bakal menaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)-P2 sebesar 0,5 persen dari sebelumnya 0,3 persen.
Kenaikan itu seiring disahkannya UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) pada Selasa (7/12).
PBB P2 menjadi salah satu komponen pajak unggulan seluruh pemerintah daerah untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditarik setahun sekali.
“Pemerintah daerah siap untuk menindak lanjutinya sambil menunggu terbitnya peraturan pemerintah dengan menyiapkan raperda Pajak dan Retribusi Daerah,” kata Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kubu Raya Lugito, Senin (13/12).
Sebab tambah Lugito untuk pengenaan tarif pajak daerah harus ditetapkan melalui payung hukum yakni berupa peraturan daerah (perda) yang nantinya dibahas dan disahkan bersama DPRD.
“Jadi setelah perdanya disahkan maka tarif baru PBB tersebut baru akan dapat diberlakukan,” tuturnya.
Sementara untuk perolehan pendapatan dari komponen PBB ini, BPPRD Kubu Raya menargetkan kenaikan 10 persen di tahun 2022 mendatang.
“Untuk target PBB tahun 2022 akan terjadi penambahan sekitar 10 persen,” ucapnya.
Sementara itu dalam APBD Tahun Anggaran 2022 yang telah disahkan bersama DPRD, ditargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp169,1 miliar.
“Kita mendorong agar pemda bisa melirik potensi-potensi di Kubu Raya yang dapat mendongrak peningkatan PAD,” harap Ketua DPRD Kubu Raya Agus Sudarmansyah.
Sebab dikatakan Agus, Kubu Raya memiliki segudang komiditi yang diunggulkan dan berpotensi meningkatkan PAD. “Tentunya ini harus dikelola dengan baik karena ketika PAD meningkatkan maka hasilnya dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk pembangunan,” ucapnya.
Baca Juga:
Poin-poin aturan dalam UU HKPD akan berlaku secara bertahap, mulai dari tahun 2023 hingga bersifat transisi sampai lima tahun sejak UU HKPD berlaku.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan UU HKPD memiliki desain untuk mereformasi alokasi sumber daya fiskal, pemberian kewenangan pemungutan pendapatan, hingga penguatan belanja daerah.
Hal tersebut semata-mata bertujuan untuk mewujudkan pemerataan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah.
Menurutnya, kebijakan desentralisasi fiskal sudah berjalan dua dasawarsa, tetapi pelaksanaannya masih banyak menghadapi masalah.
Masih terjadi disparitas karena tidak semua daerah memiliki potensi yang seimbang, sehingga reformasi kebijakan fiskal dinilai perlu.
“Berhasilnya desentralisasi untuk membantu pencapaian tujuan bernegara sangat tergantung dari kapasitas atau kinerja daerah dalam melaksanakan urusan-urusan tersebut dan sejauh mana sinergi gerak langkah antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dapat berjalan dengan harmonis,” ujar Sri Mulyani pada Selasa (7/12).
UU HKPD membuka potensi bertambahnya pendapatan daerah, di antaranya melalui pilar pengembangan sistem pajak dan sejumlah ketentuan.
Misalnya, dalam pengaturan Dana Bagi Hasil (DBH), terdapat kenaikan DBH untuk pajak bumi dan bangunan (PBB) dari sebelumnya 90 persen menjadi 100 persen, atau sepenuhnya bagi pemerintah daerah.(rob/tmB)