Sanggau, BerkatnewsTV. Keberadaan loading ramp di Kabupaten Sanggau bermula dari penolakan perusahaan sawit terhadap TBS petani.
Kronologi muncul awalnya loading ramp dibeberkan pemilik usaha Loading Point Koperasi Sawit Sejahtera Mandiri Desa Binjai Kecamatan Tayan Hulu, Andi Putra Damenta dalam rapat yang diudang TP5K, Kamis (3/9)
“Loading point ini sebenarnya ada sejak perusahaan berdiri. Kalau dulu dikampung-kampung disebut pengepul atau lapak. Di Kalbar, loading point ini mulai berkembang sekitar tahun 2013. Yang pertama kali membawa loading point ini adalah PT.SBI. Dia pernah mendirikannya di simpang tanjung tapi karena ada penolakan dari masyarakat akhirnya loading point ini tutup,” terangnya.
Setelah sempat tutup, loading point ini muncul lagi pada tahun 2016.
“Saya yang memulai loading point ini, mungkin bapak-bapak pernah dengar Ramp 22. Ini bukan bermula karena pabrik tanpa kebun, tapi ini pengembangan dari kami ketika kami di PTPN,” ujar Andi.
Dia menyebut, masuknya loading point ini dikarenakan petani mandiri pernah mendapatkan penolakan TBS oleh perusahaan dengan turunnya harga yang sangat drastis sekitar tahun 2014-2015.
“Bahkan kalau kita ingat waktu itu sampai terjadi demo. Petani mandiri waktu itu tidak bisa menjual TBS ke PKS karena waktu itu mereka punya KUD sebagai mitranya karena ada kuota. Karena produksi meningkat sehingga kuota melebihi sehingga PKS lebih mengutamakan petani plasma.
Baca Juga:
Pada tahun yang sama juga, pernah terjadi antrian panjang di hampir seluruh PKS yang mengakibatkan TBS petani membusuk diantrian dan ditolak PKS.
Di tahun yang sama ada gejolak dikalangan petani mandiri bahwa mereka tidak lagi terurus, terlantar dan tidak diperhatikan. Petani plasma maupun swadaya dengan tidak adanya kepastian penjualan TBS dan terkadang harga yang tidak sesuai sehingga petani tidak mampu membeli pupuk dan upah panen,” ungkapnya
Sampai hari ini pun, lanjut Andi, ada beberapa perusahaan swasta yang bergejolak atau ribut dengan petani plasmanya.
“Mungkin ingat tahun 2013-2014 PT BHD yang membakar buahnya karena tidak diterima di PKS. PT. SBI yang sampai hari ini juga belum terselesaikan, PT. KGP yang bolak-balik sidang berebut masalah plasmanya dan mungkin ada perusahaan lain yang juga masih ribut dengan plasmanya,” cerita dia.
Keberadaan loading point ini, tegas Andi, bukan bermaksud menyangi perusahaan atau menutup KUD, tetapi tujuan dibukanya loadin point di daerah ini semata-mata agar Pemerintah bisa memberikan kepastian kepada kami petani mandri supaya tidak ada lagi penolakan TBS petani mandiri dan kepastian pembeliannya.
“Kami selaku petani mandiri, tidak pernah mendapatkan harga yang sesuai. Kalaulah Indeks K ini untuk plasma, lalu untuk petani mandiri berapa? Karena masih ada perusahaan swasta yang tidak membeli TBS petani mandiri dan membeli dengan harga sesukanya. Inilah yang berpotensi menghancurkan perekonomian masyarakat, khususnya yang berladang dan punya kebun mandiri,” terangnya.(pek)