12 Tahun Penjara Menanti Pelaku Kejahatan Anak

Kepala Satuan Reksrim Polres Kubu Raya, AKP Charles MN Karimar
Kepala Satuan Reksrim Polres Kubu Raya, AKP Charles MN Karimar saat konfrensi pers berbagai kasus kejahatan di Kubu Raya waktu lalu. Foto: dok berkatnewsTV

Kubu Raya, BerkatnewsTV. Di tengah pandemi covid-19, ternyata kasus kejahatan terhadap anak semakin meningkat seperti yang terjadi di Kabupaten Kubu Raya.

Bahkan, catatan di Polres Kubu Raya jumlah laporan polisi (LP) yang masuk mencapai 30-an kasus medio Januari – pertengahan Agustus 2020. Terbanyak berada di Kecamatan Sui Raya, Kubu, Sui Kakap, Sui Ambawang dan Teluk Pakedai.

“Sudah ada 30-an kasus yang kita proses hukum. 25 kasus diantaranya sudah dilimpahkan ke kejaksaan, sisanya masih dalam proses pemberkasan,” ungkap Kepala Satuan Reksrim Polres Kubu Raya, AKP Charles MN Karimar kepada BerkatnewsTV, Senin (24/8).

Baca Juga:

Para pelaku kejahatan anak ini ditegaskan Charles dikenai Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) Nomor 35 tahun 2014 dengan ancaman hukuman minimal 12 tahun penjara

“Rata-rata terjadi di saat pandemi. Ini menjadi permasalahan, para pelaku sudah tidak lagi melihat waktu. Ada kesempatan maka kejahatan itu dilakukan,” katanya.

Mirisnya, para pelaku lebih dominan adalah orang-orang terdekat dengan korban.

Motifnya sambung Charles, dikarenakan terpengaruh nonton film dewasa serta adanya kesempatan minimnya pengawasan dari orang tua atau si ibu.

“Sebab korban lebih banyak anak kandung, anak tiri dan keponakan si pelaku. Ini miris sekali. Mestinya menjadi pelindung bukan menjadi predator,” jelasnya.

Modusnya, tambah Charles, korban dibawah tekanan atau ancaman agar tidak menceritakan aksi bejat pelaku. Namun, ada juga yang diiming-imingi dengan sebuah janji berupa uang atau barang.

“Seperti yang belum lama ini, korban dijanjikan untuk menjadi artis,” ucapnya.

Terkadang sambung Charles, korban kerap mendapatkan kekerasan dari pelaku. Hanya pihaknya sulit untuk membuktikannya sebab peristiwanya telah terlampau lama.

“Dikarenakan kejadiannya terlampau beberapa hari bahkan beberapa tahun sehingga tidak dapat terbuktikan (kekerasan) setelah divisum. Namun hanya berdasarkan pengakuan dari korban dan pelaku. Kecuali masih 1 atau 2 hari maka akan bisa dapat dibuktikan melalui visum,” terangnya.

Sayangnya, masih banyak keluarga korban yang enggan untuk melaporkannya ke pihak kepolisian karena malu dianggap sebuah aib. Sehingga penyelesaiannya ditempuh dengan cara kekeluargaan.

“Jadi, ini dilatar belakangi sama -sama suka. Namun ketika penyelesaian itu tidak menemui titik terang baru mereka laporkan,” ujarnya.

Charles pun mengimbau kepada masyarakat atau keluarga korban hendaknya melaporkan ke pihak kepolisian. Jangan ditutupi perbuatan bejat pelaku.

“Intinya bagaimana kita memberikan efek jera agar jangan sampai kasus serupa terulang di tempat dan korban yang lain,” pungkasnya.(rob)