loading=

Inisiatif Guru SLB Lakukan Sekolah Kunjung di Tengah Pandemi

Siti Nur wahana seorangh guru SLB saat mengunjungi muridnya.
Siti Nur wahana seorangh guru SLB saat mengunjungi muridnya. Foto: Gun

Sekadau, BerkatnewsTV. Salah satu guru SLB Negeri Sekadau, Siti Nur wahana melakukan sekolah kunjung, yaitu dengan membuat kelompok belajar berdasarkan tempat tinggal siswa dan mengunjungi secara langsung.

“Pandemi mengharuskan siswa belajar di rumah. Tantangannya, kita harus menyiapkan materi yang lebih banyak, ya kesulitan lain itu jarak tempuh ke rumah siswa cukup jauh ada juga yang di dalam kota. Dalam satu hari ada dua kelompok belajar yang didatangi,” kata Siti Nurwahana, Selasa (11/8).

Sekolah kunjung dimulai pukul 07.30-9.30 WIB untuk satu sekelompok, sementara kelompok lainnya mulai pukul 10.00-12.00 WIB. Hana mengaku, Kondisi ini pun dinilai kurang efektif.

“Misalnya, kita sudah datang ke rumah siswa A, nanti kan ada beberapa siswa juga yang ikut belajar. Tapi kadang kita masih menunggu lagi (sampai semua siswa datang). Belum lagi anak-anak ini moodnya sering berubah. Anak-anak ini kan susah ditebak moodnya,” jelas Hana.

Meski tak kenal lelah, guru SLB Negeri Sekadau ini harus mengunjungi siswa yang tempat tinggalnya cukup jauh dari pusat kota Kabupaten Sekadau, seperti di Kecamatan Nanga Mahap dan Sulang Betung, Kecamatan Sekadau Hulu.

“Memang ada beberapa siswa yang memang mengikuti sekolah kunjung, seperti seorang siswa kami di Kedomba, kan mereka juga tidak punya kendaraan. Kita sebelum pandemi COVID-19, memang sudah ada sekolah kunjung dalam seminggu ada diselipkan yang namanya sekolah kunjung ini,” bebernya.

Baca Juga:

Kemudian, Hana pun berharap semakin banyak lagi orang-orang baik yang peduli terhadap anak-anak disabilitas.

“Semoga pandemi ini cepat berlalu agar proses belajar mengajar bisa berjalan seperti biasa,” harap Hana.

Diketahui Hana sendiri mengajar siswa kelas 1 dan 2. Ia mengatakan, pihaknya pernah mencoba sekolah daring dengan memberikan soal yang dikirim ke orang tua, kemudian dikerjakan oleh anaknya.

“Orang tua bilang susah karena mereka bingung mengajar anaknya gimana. Anak kalau dengan orang tuanya tidak mau belajar. Daripada mereka tidak belajar sama sekali, maka kami buat kelompok belajar. Kalau sekolah daring hanya siswa tunarungu tingkat SMA, kalau SD dan SMP tetap mengunjungi rumah siswa sesuai kelompok belajar berdasarkan wilayah tempat tinggalnya,” tukas Hana.(gun)