loading=

Bakar Lahan Kearifan Lokal Sejak Nenek Moyang

Masyarakat adat Dayak yang menggelar aksi demo di Pengadilan Negeri Sintang saat sidang kasus karhutla dengan enam orang peladang ditetapkan sebagai terdakwa. Foto: Yti

Sintang, BerkatnewsTV. Dua orang saksi ahli didatangkan saat sidang kasus karhutla enam orang peladang di Pengadilan Negeri Sintang, Senin (24/2).

Saksi ahli yang didatangkan yakni Salfius Seko, Dosen Hukum Adat dan Thaedus Yus Dosen Hukum Lingkungan Hidup. Keduanya dari Fakultas Hukum Untan Pontianak.

Keduanya menjelaskan, membuka lahan dengan cara membakar merupakan tradisi masyarakat adat Dayak turun temurun sejak nenek moyang, bagian dari kearifan lokal.

“Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan masyarakat adat. Termasuk tradisi masyarakat yang hidup berladang secara turun temurun dilakukan oleh nenek moyang,” jelas Salfius Seko, Dosen Hukum Adat Untan Pontianak.

Itu dilakukan setiap tahun pada akhir bulan Mei. Menebas lokasi ladang menggunakan parang kemudian pohon kayu ditebang, dikeringkan dan sampai akhir bulan Agustus saat musim kemarau dibakar sampai bersih. Setelah itu baru ditanam padi.

“Maka pelaku pembakaran lokasi ladang itu tidak dapat dipidana. Kalau peladang yang membakar ladang mengakibatkan kebakaran terhadap lokasi orang lain maka penyelesaiannya harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku di masyarakat adat tersebut,” bebernya.

Apabila kearifan lokal masyarakat yang bergantungan hidup dengan budaya beladang dipidana, maka akan menghilangkan kearifan lokal tersebut.

Bahkan tidak ada lagi yang disebut dengan Pesta Gawai atau Naik Dangau yang setiap tahun dilakukan masyarakat adat Dayak sebagai ucapan syukur kepada penguasa langit dan bumi atas hasil panen padi yang diperoleh.

Thaedus Yus Dosen Hukum Lingkungan Hidup Untan Pontianak menjelaskan setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup maka yang berwenang melakukan penyidikan, penyelidikan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Dinas Lingkungan Hidup dibantu penyidik kepolisian.

“Kemudian seorang yang dapat dimintai penanggung jawabkan teah melakukan perbuatan pidana lingkungan hidup harus ada alat bukti hasil penelitian laboratorium dari Dinas Lingkungan Hidup yang dituangkan dalam bentuk sertifikat hasil uji,” terangnya.

Tanpa ada alat bukti tersebut maka orang itu tidak dapat dipidana telah melakukan pencemaran lingkungan hidup. Sementara harus ada kerugian atas dampak yang ditimbulkannya.(yti)