Pontianak sebagai Ibu Kota Kalimantan Barat merupakan daerah yang dikeliligi air karena merupakan daerah yang memiliki sungai terpajang di indonesia, namun di Pontianak masih selalu didera dengan permasalahan banjir.
Fenomena kejadian banjir saat ini tidak hanya terjadi pada saat musim penghujan namun pada saat terjadi hujan dengan durasi 3 jam saja sudah dapat mengakibatkan banjir.
Apalagi saat musim penghujan pada bulan bulan oktober hingga desember hujan bisa terjadi tanpa henti,yang mengakibatkan debit air sungai juga bertambah, maka air akan meluap dan mengakibatkan pemukiman, jalan-jalan utama di kota Pontianak ikut terendam, dan tak sedikit rumah warga yang terendam banjir.
Berbagai upaya telah dilakukan, namun upaya tersebut belum optimal dalam mengatasi masalah banjir.
Oleh sebab itulah maka diperlukan suatu penataan terpadu pengendalian banjir dengan menyusun prioritas penanganan dan pembiayaan sesuai dengan kondisi actual serata prediksi pembangunan masa mendatang.
Apabila terjadi hujan lebat dalam beberapa jam, maka sebagian kawasan Pontianak akan tergenang. Terdapat dua faktor utama penyebab banjir yaitu factor alam (natural) dan factor manusia (man made).
Faktor alam seperti tingginya curah hijan, topografi wilayah, pasang surut air laut, badai, dan lain-lain. Faktor alamiah ini sulit untuk dikendalikan, kalaupun bisa memerlukan biaya yang cukup besar.
Faktor kedua adalah manusia, utamanya bersumber pada unsur pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan infrastruktur, seperti pemukiman, sarana air bersih, pendidikan, serta layanan masyarakat lainnya.
Selain itu pertumbuhan penduduk akan diikuti pula oleh peningkatan penyediaan lahan untuk usaha seperti pertanian, perkebuanan maupun industri.
Peningkatan kebutuhan lahan usaha maupun penyediaan lahan untuk infrastruktur tentu akan mempengaruhi tataguna lahan, dan berdampak menurunnya potensi serapan air ke dalam tanah.
Solusi apa yang telah dilakukan ? Salah satu solusi yang dilakukan oleh Pemeritah, solusi yang paling banyak dilakukan adalah betonase jalan atau yang lebih kita kenal dengan Peninggian Jalan di kawasan yang dampak banjirnya parah, berharap dengan peninggian badan jalan ini jalanan bisa dilewati disaat banjir.
Solusi instant ini bak sebuah fenomena tersendiri di negeri kita, karena solusi seperti inilah yang paling mungkin dilakukan dan terkesan inilah solusi terakhir untuk mengatasi permasalahan banjir ini.
Bagaimana dampak fenomena betonase dan peninggian badan jalan ini ? Salah satu sifat air adalah mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Dengan adanya peninggian badan jalan ini, maka air pun akan memencar ke segala penjuru mencari tempat yang lebih rendah.
Tapi dampaknya, air menggenangi beberapa tempat yang lebih rendah dan tempat-tempat genangan baru ini bahkan tidak terprediksi sebelumnya.
Hal ini menimbulkan permasalahan baru bila tak segera dibuat lahan hijau sebagai kantong-kantong penampung air.
Sebagai pembanding, mari kita lihat bagaimana perbaikan jalan di ruas-ruas tol. Umumnya perbaikan jalan dilakukan dengan cara ‘mengganti’ beton lama yang rusak dengan yang baru, bukan menambah material pada jalan yang telah rusak.
Sejauh yang saya perhatikan adalah karena alasan keamanan. Bukan hanya keselamatan bagi para pengguna jalan tol yang melaju dengan kecepatan tinggi, tetapi juga beban yang harus ditanggung oleh pondasi jalan tersebut.
Penambahan material baru justru dapat menyebabkan jalan baru tidak awet karena jalan yang lama tidak tuntas di bongkar. Memang tidak dapat di generalisir bahwa program perbaikan jalan selalu dengan metode peninggian.
Tapi kenapa banyak tempat yang saya temui, selalu menggnakan metode ini. Termasuk di depan rumah saya sendiri. Padahal, metode ini jelas-jelas berdampak negatif setelah jalan selesai diperbaiki. Terutama ketika waktu hujan
Penulis Adilla Larasati
Mahasiswa Universitas Tanjungpura